Rabu, 28 Juni 2023

Tahiyat Awal Dalam Sholat


Tahiyat Awal

Tahiyat Awal ada pada sholat yang tiga rokaat dan empat rokaat, maka disunahkan untuk duduk tahiyyat pada rokaat kedua, hukumnya sunnah ab’ad, jika kita meninggalkannya maka kita dianjurkan untuk sujud sahwi apabila kita meninggalkannya, tetapi tidak membatalkan sholat jika kita meninggalkannya berbeda dengan kalau kita tidak membaca surat alfatihah atau rukuk, ini menurut pendapat Madzhab Imam Syafi’i. Imam Bukhori telah meriwayatkan hadits Abdullah Bin Buhainah ra, berkata :

أنَّ النبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم صلَّى بهم الظُّهرَ، فقام في الرَّكعتينِ الأُوليَيْنِ، لم يجلِسْ، فقام النَّاسُ معه، حتَّى إذا قضى الصَّلاةَ، وانتظَرَ النَّاسُ تسليمَه،كبَّرَ وهو جالسٌ، فسجَد سجدتينِ قبْلَ أنْ يُسلِّمَ، ثم سلَّمَ


“Nabi Saw Sholat Zhuhur bersama mereka (para shahabat). Lalu bangun dari rokaat kedua tanpa duduk terlebih dahulu. Orang-orang pun ikut bangun (tidak duduk tahiyat awal). Usai sholat (ketika orang-orang menunggu Beliau Saw mengucapkan salam) beliau bertakbir sambil duduk lalu melakukan sujud dua kali sebelum salam. Setelah itu Beliau Saw salam” (HR BUkhori dalam Fathul Bari , HR Muslim dan yang lainnya). Ibnu Hajar dalam Fathul Bari mengatakan “dalam hadits bab ini disimpulkan jika Tahiyyat awal hukumnya wajib, tentu beliau (Rosululloh Saw) kembali kepadanya saat orang-orang bertasbih (mengingatkan beliau) ketika beliau bangun….”

Pada saat tahiyat Awal disunahkan untuk duduk iftirosi, ini mengacu pada hadits Abu Hamid As-sa’idi ra, ia berkata :
keumuman hadis Abu Humaid As Sa’idi radhiallahu’anhu beliau berkata:

فإذا جلس في الركعتين جلس على رجلٌه اليسرى، ونصب اليمنى، وإذا جلس في الركعة الآخرة، قدم رجلٌه اليسرى، ونصب الأخرى، وقعد على مقعدته

“Tatkala duduk pada rokaat kedua Rosululloh Saw duduk diatas kaki kirinya dengan meluruskan kaki kanan. Manakala duduk pada rokaat terakhir beliau mendahulukan kaki kiri dan meluruskan kaki yang satunya serta duduk pada tempat duduk nya” (HR Bukhori)
Disunnahkan bagi yang sholat untuk duduk iftirosi baik ketika duduk diantara dua sujud, duduk istirahat dan duduk ketika tahiyat awal mangacu pada hadits dari Abu Hamid As-sa’idi.

Sedangkan untuk tahiyat akhir disunahkan untuk duduk tawarruk baik yang Sholat dua rokaat, tiga rokaat atau empat rokaat. Dasarnya adalah hadits dari Abu Hamid As-sa’idi yang sebagian isi nya adalah “….ketika berada di rokaat yang ada salamnya (rokaat terakhir) Rosululloh Saw menyilangkan kaki kirinya lalu duduk pada sudut (pantat) -nya yang sebelah kiri” (HR Abu Daud dengan sanad yang shohih) dalam riwayat lain :

حتَّى إذا كانتِ الرَّكعةُ التي تنقضي فيها الصَّلاةُ، أخَّرَ رِجْلَه اليُسرى، وقعَد على شِقِّه متورِّكًا ثم سلَّمَ

“Nabi Saw jika sudah sampai pada rakaat terakhir salat, beliau menjulurkan kaki kirinya dan duduk langsung di lantai dalam keadaan tawarruk, kemudian salam.” (HR Abu Daud). Dalam riwayat yang shohih juga disebutkan “ketika berada pada rokaat yang menjadi penutup sholat, beliau mengeluarkan kaki kiri lalu duduk tawarruk diatas sudut kirinya” (HR Ibnu Hiban, HR Baihaqi dan merupakan hadits shohih). Al-hafidz Ibnu Hajar mengungkapkan “Hadits ini merupakan hujjah (dalil/argumentasi) yang Kuat bagi syafi’i dan yang sependapat dengannya bahwa cara duduk tahiyat awal berbeda dengan cara duduk tahiyat akhir. Syafi’i juga telah berargumentasi dengan hadits ini bahwa tahiyat sholat subuh seperti tahiyat akhir sholat selain subuh, berdasarkan kuumuman ucapan dalam hadits, “…..pada rokaat terakhir”

Disunnahkan pada rokaat kedua (terakhir) dalam sholat subuh untuk duduk tawarruk. Pada dasarnya cara duduk bagaimana pun dalam sholat boleh tetapi hal ini makruh secara ijma ulama kalau dilakukan tanpa suatu kepentingan sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Hajar. Ada riwayat yang shohih dalam masalah ini dari Abdulloh bin Abdulloh ia pernah melihat Ibnu Umar ra melakukan duduk tarobu’ dalam sholat, saya yang pada saat itu masih muda mengikutinya. Tetapi Ibnu umar melarang saya seraya berpesan “sunnah sholat Ialah meluruskan kaki kanan dan membengkokkan kaki kiri”.”tetapi engkau melakukannya?” Saya berkilah. “saya melakukan karena kaki saya tidak kuat menahan tubuh saya” ucap Ibnu Umar (HR Bukhori).
Saya juga pernah menyaksikan ada orang yang tubuhnya gemuk dia memaksakan untuk duduk tawarruk pada tahiyat akhir alih alih seperti dia yang hampir terjatuh ke sebelah kiri dan menyandar ke ma’mum/reka sholatnya di sebelah dan tangan kiri menahan agar tidak terguling, saya rasa dalam kondisi ini seharusnya disesuaikan dengan kemampuannya.

Juga dianjurkan bacaan tahiyat awal lebih pendek dibandingkan tahiyat akhir, bacaannya cukup sampai “Allohumma Sholli A’la Syayyidina Muhammad Wa A’la Ali Syayyidina Muhammad” Sudah cukup dan bangun untuk menyelesaikan rokaat selanjutnya. Dalil bahwa tahiyat Awal itu lebih ppendek adalah hadits Abu Hurairoh ra, Rosululloha Saw berkata :

إذا فرَغَ أحَدُكم مِن التشهُّدِ الآخِرِ، فلْيتعوَّذْ باللهِ مِن أربعٍ: يقولُ : اللهم ! إني أعوذُ بك من عذابِ جهنمَ . ومن عذابِ القبرِ . ومن فتنةِ المحيا والمماتِ . ومن شرِّ فتنةِ المسيحِ الدجالِ

“Jika salah seorang di antara kalian tahiyat akhir, maka setelah itu mintalah perlindungan kepada Allah dari empat hal, ucapkanlah:
“Allahumma inni a’udzubika min ‘adzabi jahannam, wamin ‘adzabil qabri, wamin fitnatil mahyaa wal mamaat, wamin syarri fitnatil masiihid dajjaal”
(Ya Allah, aku memohon perlindunganMu dari neraka Jahannam, dari adzab kubur, dari fitnah orang yang hidup dan juga orang yang sudah mati, dan dari keburukan fitnah Al Masih Ad Dajjal).” (HR. Muslim).
Dalil ini mengkhususkan di tahiyat akhir dan tidak di tahiyat awal sehingga bacaan tahiyat awal lebih pendek dari tahiyat akhir.

Bacaan tahiyat awal ada beberapa riwayat antara lain :
Dari Abdulloh bin Abbas ra d, dia berkata;

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يعلمنا التشهد كما يعلمنا السورة من القرأن فكان يقول: التَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلَّهِ السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِىُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ

“Rasulullah Saw. mengajari kami bacaan tahiyat sebagaimana beliau mengajari kami surah Alquran. Kemudian Ibnu Abbas berkata; “Attahiyyatul mubarokatush sholawatut toyyibatu lillah. Assalaamu ‘alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullahi wa barokatuh. Assalaamu ‘alaina wa ‘ala ‘ibadillahish sholihin. Asyhadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadar rosullah”.
(Artinya: Segala ucapan selamat, keberkahan, shalawat, dan kebaikan adalah bagi Allah. Mudah-mudahan kesejahteraan dilimpahkan kepadamu wahai Nabi beserta rahmat Allah dan barakah-Nya. Mudah-mudahan kesejahteraan dilimpahkan pula kepada kami dan kepada seluruh hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu adalah utusan Allah).” (HR Muslim)

Dari Abdulloh Bin Mas’ud ra, dia berkata :

التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِىُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

“Attahiyyatu lillah, wash shalawatu wat thoyyibat. Assalaamu’alaika ayyuhan nabiyyu warahmatullahi wa barokatuh. Assalamu ‘alaina wa ‘ala ‘ibadillahish shoolihin. Asyhadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rosuluh (Artinya: Segala ucapan selamat bagi Allah, shalawat, dan kebaikan. Mudah-mudahan kesejahteraan dilimpahkan kepadamu wahai Nabi beserta rahmat Allah dan barakah-Nya. Mudah-mudahan kesejahteraan dilimpahkan pula kepada kami dan kepada seluruh hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu adalah hambaNa dan utusanNya).” (HR Bukhori)

Adapun bacaan sholawat pada tahiyat awal hanya sebatas pada “Allohumma Sholli A’la Muhammad Wa A’la Ali Muhammad” itu mengacu pada hadits dari Zaid bin Khorijah ra, berkata :

انا سألت رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال : صلوا علي واجتهدوا في الدعاء،وقولوا اللهم صل على محمد وعلى ال محمد

“Saya bertanya kepada Rasulullah Saw, kemudian beliau menjawab; bershalawat kalian kepadaku dan sungguh-sungguh dalam berdoa dan kaliah ucapkanlah, ‘Allahumma shalli ‘ala muhammadin wa ‘ala ali muhammadin” sehingga bacaan untuk tahiyat awal adalah :

التَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلَّهِ السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِىُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اَللَهُم صَلِ عَلَى مُحَمدٍ وَعَلَى اَلِ مُحَمدٍ

“Attahiyyatul mubarokatush sholawatut toyyibatu lillah. Assalaamu ‘alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullahi wa barokatuh. Assalaamu ‘alaina wa ‘ala ‘ibadillahish sholihin. Asyhadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rosuluh. Allahumma shalli ‘ala muhammad wa ‘ala ali muhammad.”

Imam syafii dalam kitabnya berkomentar terkait dengan hadits yang membaca sholawat ini “hadits ini (wallohu a’lam) merupakan dalil bahwa duduk pertama (tahiyat awal) bacaannya hanya bacaan tahiyat dan sholawat kepada Nabi Saw, dengannya saya menyuruh orang yang sholat, saya memakruhkan untuk ditambahkan tetepi tidak harus diulang dan tidak perlu sujud syahwi karenanya (karena bacaan nya Panjang seperti bacaan tahiyat akhir).

Lalu bagaimana dengan bacaan adanya lafadz “syayyiduna” dalam sholawat di tahiyat awal dan tahiyat akhir, ini dari Ibnu Mas’ud ia berkata “Jika kamu membaca sholawat kepada Rosululloh maka baguskanlah sholawatmu, karena kamu tidak akan tahu bahwa sholawatmu akan disodorkan kepada beliau. Orang orang berkata “ajarilah kami” lalu Ibnu Mas’ud berkata “bacalah : Allohummaj ‘al sholataka warohmataka wabarokatika a’la sayyidil mursalina wa imamil muttaqiina wa khotamin nabiyyina muhammadin abdika warosulika imamil khoiri wa qoidil khoiri wa rosulir rohmah. Allohummab ats maqomam mahmudan yaghbituhu bihil awwaluhu wa akhiruhu. Allohumma sholli a’la Muhammad wa a’la ali muhammad kama sholaita a’la ibrohim wa a’la ali ibrohim innaka hamidun majid. Allohumma barik a’la muhammad wa a’la ali muhammad kama barokta a’la ibrohim wa a’la ali Ibrohim innaka hamidun majid” (HR Abdur Rozaq dalam AL-mushannaf, Ismail Qodhi dalam Fadhlus Sholati a’lan Nabi Saw, HR Ibnu Majah merupakah hadits shohih), dalam tahiyat pada sholawat ditambahkan dengan kata syayyidina

اَلَّلهُمَّ صَلِّ عَلَي سَيِّدِنَا مُحَمّدْ

“Semoga Allah memberikan shalawat bagi junjungan kami, Nabi Muhammad…” jadi ada penambahan kata سَيِّدِنَا Sebelum kata Muhammad dan kata Ibrohim, ini menurut Imam Nawawi dalam kitabnya mengatakan Redaksi ini merupakan Redaksi sholawat nabi paling afdhol (utama) diamakan dengan sholawat kamilah atau sholawat ibrahimiyyah.

Rosululloh Saw pernah berkata :

أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ يَومَ القِيَامَةِ ، وَأَوَّلُ مَن يَنشَقُّ عَنهُ القَبرُ
“Saya adalah sayyid keturunan adam pada hari kiamat. Sayalah orang yang pertama kali terbelah kuburnya.” (HR. Muslim). Sementara Allah telah berfirman di dalam Surat Al-Fath ayat 8-9 menyatakan :

إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُعَزِّرُوهُ وَتُوَقِّرُوهُ

“Sesungguhnya Kami telah mengutusmu sebagai saksi, pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan. Agar kalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya serta mengagungkan dan memuliakannya.”

Beberapa ulama dengan hadits dan ayat di atas menjadi layak dan semestinya bila sebagai umat memuliakan dan mengagungkan Rasulullah dengan menyertakan kata saayyidinâ saat bershalawat dan menyebut nama beliau. Namun ini sebagai bentuk pengagungan dan sikap sopan santun, kita pun jika di kantor atau sedang bergaul dengan orang tidak serta merta menyebut nama tapi diawali didepan dengan kata Bapak, ini adalah salah bentuk tatakrama kepada presiden Misalnya Apakah berani memanggil Suharto, Susilo, Joko saat sedang berhadap-hadapan, tentunya tidak pasti akan Diawali oleh Bapak / yang terhormat dst sebagai kata penghormatan.

Pendapat lain datang masih dari kalangan ulama syafiiyah (madzhab syafii) Ibnu Hajar Al-Asqalani pernah ditanya tentang lafadz shalawat yang benar, baik ketika shalat maupun di luar shalat. Apakah disyaratkan harus menggelari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan ‘sayyidina’, misal dengan mengucapkan: ‘shalli ‘ala sayyidina Muhammad’ atau ‘shalli ‘ala sayyidi waladi adam’ ataukah cukup mengucapkan: “Allahumma shalli ‘alaa Muhammad”?
Mana yang lebih afdhal, menambahkan lafadz ‘sayyid’ karena kata ini termasuk sifat yang melekat pada diri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam? Ataukah tanpa diberi tambahan karena tidak ada dalil dalam masalah ini? Beliau menjawab:

نعم اتِّباعُ الألفاظ المأثورة أرجح ، ولا يقال : لعلَّه ترك ذلك تواضعاً منه صلى الله عليه وسلم كما لم يكن يقول عند ذكره : صلى الله عليه وسلم ، وأمّتهُ مندوبة إلى أن تقول ذلك كلما ذُكر ؛ لأنَّا نقول : لو كان ذلك راجحاً لجاء عن الصحابة ، ثم عن التابعين ، ولم نقِفْ في شيءٍ من الآثار عن أحدٍ من الصحابة ولا التابعين أنه قال ذلك ، مع كثرة ما ورد عنهم من ذلك.

“Benar, mengikuti lafadz shalawat yang ma’tsur (sesuai dalil) itu lebih didahulukan. Kita tidak boleh mengatakan: Bisa jadi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengajarkan demikian karena ketawadhuan beliau, sebagaimana beliau tidak membaca shalawat ketika nama beliau disebut, sementara umatnya dianjurkan membaca shalawat ketika nama beliau disebut. Kami beralasan, andaikan memberikan tambahan ‘sayyidina’ itu dianjurkan, tentu akan dipraktekkan para sahabat, kemdian tabi’in. Namun belum pernah aku jumpai adanya riwayat dari sahabat maupun tabiin yang mengucapkan kalimat itu. Padahal sangat banyak lafadz shalawat dari mereka”.

Jadi mau menambahkan syayyiduna atau tidak tidak ada masalah karena kedua ada dalil, shahabat Ibnu Mas’ud yang menambah kata syayyiduna dan beberapa ulama dan yang lainnya juga ada yang tidak menambahkan ini masalah ikhtilafiyyah yang penting membaca sholawat dalam tahiyat awal dan tahiyat akhir.

Posisi tagan ketika tahiyat awal adalah sebagaimana dalam hadits yang ada dari Abdullah bin Umar ra, ia berkata:

كان إذا جلَس في الصلاةِ ، وضَع كفَّه اليُمنى على فخِذِه اليُمنى . وقبَض أصابعَه كلَّها . وأشار بإصبَعِه التي تلي الإبهامَ . ووضَع كفَّه اليُسرى على فخِذِه اليُسرى

“Jika Nabi Saw duduk (tahiyat), beliau meletakkan telapak tangan kanannya di atas pahanya yang kanan. Kemudian menggenggam semua jari tangan kanannya, kemudian berisyarat dengan jari telunjuk yang ada di sebelah jempol. Dan beliau meletakkan tangan kirinya di atas paha kiri.” (HR. Muslim). Dengan Jari jari dihimpun kecuali jari telunjuk dan Ibu jari, jari telunjuk berisyarah dengan diangkat saat membaca “ Asyhadu Alla Ilaha Illaloh” dan tidak menggerak gerakan (bahkan makruh hukumnya kalau menggerakan menurut madzhab kami), isyarah hanya oleh jari tangan kanan tidak dengan yang lain (tangan kiri) dan jari telunjuk itu diangkat sampai salam, riwayat lain dari Ibnu Umar ra :
وأشار بأُصبُعِه الَّتي تلي الإبهامَ إلى القِبْلةِ ورمى ببصرِه إليها

“… beliau berisyarat dengan jari telunjuknya yang ada di sebelah jempol, ke arah kiblat, dan memandang jari tersebut.” (HR. Ibnu Hibban) dan masih dari riwayat dari Ibnu Umar ra berikut:

أنَّ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم ، كان إذا قعَد في التشَهُّدِ وضَع يدَه اليُسرى على رُكبتِه اليُسرى . ووضَع يدَه اليُمنى على رُكبتِه اليُمنى . وعقَد ثلاثةً وخمسينَ . وأشار بالسبابةِ

“Jika Nabi Saw duduk untuk tahiyat, beliau meletakkan telapak tangan kirinya di atas lutut kirinya. Dan beliau meletakkan tangan kanannya di lutut kanannya. Dan jarinya membentuk lima puluh tiga, sedangkan telunjuknya berisyarat ke kiblat.” (HR. Muslim), setelah tahiyat awal maka musholli (orang yang sholat) naik lagi untuk menyelesaikan rokaat berikutnya disunahkan mengangkat tangan ini mengacu pada hadits yang telah dibahas diawal yaitu dari riwayat Ibnu Umar ra dan Abu Said As-sa’idi “kemudian ketika bangun dari rokaat kedua, Rosululloh Saw bertakbir dan mengangkat kedua tangannya hingga lurus dengan bahu beliau, sebagaimana beliau bertakbir ketika membuka sholat” (HR Abu Daud dan yang lainnya dengan sanad yang shohih).

SUKUD DALAM SHOLAT




Sujud

Sujud secara bahasa adalah condong atau turun, sedangkan secara syara’ adalah menempelkan dahi pada Tanah, karena konteknya sujud dalam sholat jadi menempelkan dahinya orang yang sholat pada tempat sujud. Definisi yang saya ambil wikipedia cukup lengkap  karena mewakili semua jenis sujud yaitu perbuatan menempatkan dahi, hidung, kedua telapak tangan, kedua lutut, dan kedua ujung kaki pada kondisi serentak di lantai dengan tujuan tertentu karena Allah pada waktu dan saat-saat tertentu. Sujud ini menjadi rukun sholat, artinya jika kita tidak melakukannya maka batal/tidak sah sholatnya tetntunya dengan tuma’ninah, sujud merupakan bukti penghambaan kita kepada Alloh bagaimana tidak bagian anggota badan kita yaitu kepala menjadi bagian yang paling rendah bahkan lebih rendah posisinya dari pantat kita, ini menunjukkan bahwa kita ini hamba yang tidak ada apa-apa nya dihadapan Alloh yang Maha Gagah dan Maha Perkasa.
Alloh SWT telah berfirman ayat QS Al-naml 25-26 

أَلَّا يَسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي يُخْرِجُ الْخَبْءَ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَيَعْلَمُ مَا تُخْفُونَ وَمَا تُعْلِنُونَاللَّهُ * لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ رَبُّ  الْعَرْشِ الْعَظِيمِ

“Agar mereka tidak menyembah Allah Yang mengeluarkan apa yang terpendam di langit dan di bumi dan Yang mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan, tiada Tuhan Yang disembah kecuali Dia, Tuhan Yang mempunyai 'Arsy yang besar”

Begitu juga dalam QS Al-hijr 98-99

فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَكُنْ مِنَ السَّاجِدِينَ
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ 

“maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud (shalat) dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal)”
Perintah sujud ini sampai datang kepada kita ajal, artinya selama hayat masih dikandung badan sudah menjadi kewajiban kita agar terus bersujud dengan bertasbih dan memuji Alloh yang Maha Kuasa. 

Sujud juga merupakan saat dimana seorang hamba dekat dengan Alloh sebagaimana Rosululloh pernah utarakan

أَقَْربُ مَا يَكُوْنُ الْعَبْدِ مِنْ رَبِّهِ َوهُوَ سَاجِدً . فَأَكْثِرُوْا الدُعَا
“Sedekat-dekatnya seorang hamba dengan Robb-nya adalah ketika sujud, maka perbanyaklah  kalian berdoa (saat sujud)” (HR Ahmad dan HR. Muslim), redaksi lainnya dengan maksud yang sama 

أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ 
“Sedekat-dekatnya seorang hamba dengan Allah adalah saat ia sedang sujud, maka perbanyaklah kalian berdoa (saat sujud)” (HR Thobrani).

Syaikh Nawawi Banten memberikan penjelasan dalam kitabnya antara lain :

Pertama sujud dengan 7 anggota badan sesuai hadits : 
Rasulullah SAW bersabda : 

 أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ عَلَى الجَبْهَةِ، وَأَشَارَ بِيَدِهِ عَلَى أَنْفِهِ وَاليَدَيْنِ وَالرُّكْبَتَيْنِ، وَأَطْرَافِ القَدَمَيْنِ  
“Saya diperintah untuk bersujud di atas tujuh anggota badan, yakni dahi—sambil tangan beliau menunjuk pada hidungnya--, kedua tangan, kedua kaki, dan ujung-ujung telapak kaki.” (HR. Imam Bukhari), jadi 7 anggota badan itu adalah kening/dahi, kedua telapak tangan, kedua lutut dan kedua telapak kaki.
Begitu pula dengan hidung yang diisarahkan oleh Rosululloh, dan adanya keterangan hadits lainnya yaitu hadits dari Abu Sa’id Al-khudri ra mengatakan “Nabi sholat bersama kami sampai saya melihat bekas debu basah dan air di dahi Rosululloh Saw dan ujung hidug beliau” (HR Bukhori)

Saat sujud disunahkan kedua telapak tangan diletakkan sejajar dengan bahu, jari-jari tangan dikumpulkan (dirapatkan) dengan mengarah ke kiblat berdasarkan hadits Abu Hamid As-Sa’idly ra “manakala sujud Rosululloh Saw meneguhkan kening dan hidungnya ke Tanah, beliau menjauhkan tangannya dari Tanah dan meletakkan tangan sejajar dengan bahu” (HR Turmudzi, HR Abu Daud dan HR Ibnu Khuzaimah) dan riwayat hadits dari Wail Bin Hujr bahwa Nabi Saw jika sujud, mengumpulkan (merapatkan) jari-jari tangannya (HR Hakim, HR Baihaqi dan yang lainnya merupakan hadits shohih)
Disunahkan juga merenggangkan kedua paha dan kaki, kira-kira satu jengkal atau kurang lebih dan ini juga mengacu pada hadits dari Abu Hamid As-Sa’idi yang mengatakan “bilamana sujud Rosululloh Saw merenggangkan paha nya dengan tanpa membebankan perutnya pada bagian pahanya” (HR Abu Daud dan HR Baihaqi), jadi posisi tangan jangan menyentuh tanah dan juga si perut jangan berimpit dengan paha.
Disunatkan juga bagian jari-jari kaki membuka dengan tumit yang tegak sehingga jari-jari ini menghadap kiblat.

Kedua, kening/dahi harus keadaan terbuka tidak ada yang menghalangi antara tempat sujud dengan kening/dahi keculai ada udzur syara, ada yang menghalangi maka tidak sah sujudnya dari hadits Sholih As-sabba’i “Rosululloh Saw melihat pria sujud dengan lambungnya sementara dahinya tertututp sorban, maka beliau menyingkirkan sorban itu dari dahinya” (HR Baihaqi dengan sanad yang mursal) dari Nafi bahwa Ibnu Umar ra manakala sujud dan ada sorban yang menutupinya , ia menyingkirkanya sehingga dahinya menempel langsung pada Tanah (HR Baihaqi dengan sanad yang shohih)

Ketiga, bertumpu kepada kepala maksudnya kening atau dahi jadi tidak pada anggota yang lainnya, Imam Nawawi dalam kitab Syarah Muhadzdzab mengemukan pandangannya bahwa yang shohih adalah tidak cukup dahi hanya menyentuh tanah / tempat sujud, ia harus diteguhkan dengan beban kepala dan leher sampai benar, bahas sundana mah jadi lamun tea mah aya kapas atau benda anu hipu pas sujud katingali urut sujud jiga tertekan eta bendana.

Keempat, condong atau sujudnya benar benar untuk sujud, misalnya ketika i’tidal dan akan sujud (belum sujud) tiba-tiba anak kita mendorong sehingga kita terjatuh dengan posisi seperti sujud terus kita niatkan sujud, tidak bisa harus naik i’tidal dan melakukan sujud dengan sempurna

Kelima, tidak sujud dengan sesuatu yang bergrak dan mengikuti kita, misalnya kita sholat memakai peci pas sujud peci itu menghalangi sujud (kening atau dahi) maka tidak sah sujud dan sholatnya, berbeda apabila kita sholat terus terus pas rukuk peci kita terjatuh atau anak kita menariknya dan menjatuhkan di posisi sujud kita lalu kita sujud diatas peci itu maka sah, karena kita tidak sujud dengan seseuatu yang mengikuti gerakan kita, begitu juga sorban atau baju koko yang tangannya kepanjangan.

Keenam, menjadikan posisi tubuh bagian bawah menjadi lebih tinggi dari tubuh bagian atas, maksudnya adalah posisi pantat menjadi lebih tinggi dari pundak dan kepala kita.

Ketujuh, harus/wajib tuma’ninah yaitu tenang atau diam sejenak.

DIsunnahkan turun bagian lutut dulu bukan tangan dulu dan disunahkan bertakbir apabila hendak sujud berdsarkan hadits dari Abu Hurairoh ra bahwa “..Rosululloh Saw bertakbir ketika turun..” (HR Bukhori dan HR Muslim) dan juga hadits dari Wail Bin Hujr ra berkata “saya telah melihat Rosulullloh Saw meletakkan kedua lututnya sebelum tangannya ketika akan sujud” (HR Abu Daud, HR Ibnu Hiban, HR Ibnu Majah, HR Turmudzi  dan HR Ibnu Khuzaimah)

Bacaan ketika sujud 
Dari hadits Hudzaifah ra, ia mengatakan, ia pernah shalat bersama Nabi Saw lantas Beliau Saw mengucapkan ketika rukuk “subhaana robbiyal azhim” dan ketika sujud, beliau mengucapkan

سُبْحَانَ رَبِّىَ الأَعْلَى
“artinya: Mahasuci Rabbku Yang Mahatinggi”. (HR Muslim dan HR Abu Daud). Bacaan lainnya adalah 

سُبْحَانَ رَبِّىَ الأَعْلَى وَبِحَمْدِهِ

“Artinya: Mahasuci Rabbku Yang Mahatinggi dan pujian untuk-Nya”. Ini dibaca tiga kali. (HR. Abu Daud) lengkapnya riwayat dari Imam Abu Daud, dari Abdullah bin Mas’ud, Rasulullah saw. bersabda:

إذَا رَكَعَ أحَدُكُم فَلْيَقُلْ ثَلاَثَ مَرّاتٍ: سُبْحَانَ رَبّيَ الْعَظِيمِ ثَلاَثاً، وَذَلِكَ أدْنَاهُ، فإذَا سَجَدَ فَلْيَقُلْ: سُبْحَانَ رَبّيَ الأعْلَى ثَلاَثاً، وَذَلِكَ أدْنَاهُ.

“Jika salah satu dari kamu rukuk, maka ucapkanlah Subhanarabbiyal adzimi tiga kali, dan itu adalah batas minimal. Lalu jika salah satu dari kamu sujud, maka ucapkanlah subhana rabbiyal a’la tiga kali, dan itu adalah batas minimalnya.” (HR. Abu Daud). Bacaan berikutnya adalah riwayat dari Ali bin Abi Thalib ra, ia berkata bahwa ketika sujud Rasulullah Saw membaca : 

اللَّهُمَّ لَكَ سَجَدْتُ، وَبِكَ آمَنْتُ، وَلَكَ أَسْلَمْتُ، سَجَدَ وَجْهِي لِلَّذِي خَلَقَهُ وَصَوَّرَهُ، وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ، تَبَارَكَ اللهُ أَحْسَنُ الخَالِقِينَ

“Ya Allah, kepada-Mu lah aku bersujud, karena-Mu juga aku beriman, kepada-Mu juga aku berserah diri. Wajahku bersujud kepada Penciptanya, yang Membentuknya, yang Membentuk pendengaran dan penglihatannya. Mahasuci Allah Sebaik-baik Pencipta” (HR. Muslim) dan dari Abu Hurairah ra, Rasulullah Saw membaca ketika sujudnya :

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي ذَنْبِي كُلَّهُ : دِقَّهُ وَجِلَّهُ ، وَأَوَّلَهُ وَآخِرَهُ ، وَعَلاَنِيَتَهُ وَسِرَّهُ

“Ya Allah ampunilah seluruh dosaku, yang kecilnya dan besarnya, yang pertamanya dan terakhirnya, yang terang-terangannya dan rahasianya” (HR. Muslim) dan masih ada lagi bacaan/doa ketika sujud dengan riwayat lainnya. Imam Syafii mengatakan saya senang jika dalam sujud seseorang membaca “subhaana robbiyal a’la” 3 kali, minimal 1 kali, bahkan boleh jika kita membaca 5 kali 7 kali bahkan sampai 11 kali hanya menurut imam syafii melarang imam dalam sholat fardu mambaca lebih dari 3 kali karena hawatir memberatkan ma’mum. wallohu a’lam

Duduk diantara dua sujud Dalam Sholat


Duduk diantara dua sujud

Duduk diantara dua sujud merupakan rukun sholat oleh kerena itu tidak sah manakala seseorang meninggalkannya, hal ini masih mengacu pada hadits yang awal tentang orang yang buruk sholatnya “….lalu sujudlah kamu, sampai thuma’ninah saat sujud, kemudian bangunlah sampai thuma’ninah dalam keadaan bangun lantas sujud hingga thuma’ninah di waktu sujud…” (HR Bukhori dan HR Muslim) dan juga disyaratkan untuk tumahninah.

Ketika hendak bangun dari sujud pertama untuk duduk diantara dua sujud disunahkan untuk bertakbir sebagaimana hadits Abu Hurairoh ra dalam menyifati sholat Nabi Saw “kemudian Rosululloh Saw bertakbir saat turun (dari i’tidal menuju sujud), kemudian bertakbir saat mengangkat kepala pada sujud pertama. Setelah itu bertakbir ketika sujud (maksudnya sujud kedua)…..”(HR Bukhori dan HR Muslim)

Disunahkan dalam duduk diantara dua sujud duduk iftirosi yaitu menegakkan kaki kanan sama dengan ketika sujud sedangkan telapak kaki kiri dibaringkan dan dibengkokkan untuk diduduki. Dalilanya adalah hadits dari Abu Hamid As-sa’idi ra, Rosululloh Saw menyebutkan “Lalu Beliau Saw mengangkat kepalanya dan membengkokkan kaki kiri kemudian beliau duduk diatasnya “ (HR Abu Daud dan yang lainnya dengan sanad yang shohih), masih dari riwayat Abu Hamid As-sa’idi ra. beliau berkata:

فَإِذَا جَلَس فِي الرَكعَتَين جَلَس على رجلٌه اليسرى، ونصب اليمنى، وإذا جلس في الركعة الآخرة، قدم رجلٌه اليسرى، ونصب الأخرى، وقعد على مقعدته

“Nabi Saw jika duduk dalam salat di dua rakaat pertama beliau duduk di atas kaki kirinya dan menegakkan kaki kanan. Jika beliau duduk di rakaat terakhir, beliau mengeluarkan kaki kirinya dan menegakkan kaki kanannya dan duduk di atas lantai.”(HR. Bukhori dan HR Muslim). Dalam riwayat lain:

ثُمَّ ثَنَى رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَقَعَدَ عَلَيْهَا ثُمَّ اعْتَدَلَ حَتَّى يَرْجِعَ كُلُّ عَظْمٍ فِى مَوْضِعِهِ مُعْتَدِلاً ثُمَّ أَهْوَى سَاجِدًا
“Kemudian kaki kiri ditekuk dan diduduki. Kemudian badan kembali diluruskan hingga setiap anggota tubuh kembali pada tempatnya. Lalu turun sujud kembali.” (HR. Turmudzi dengan hadits hasan shohih). Dianjurkan agar kedua tangan diletakkan diatas lutut sedangkan jari jari (dengan rapat) diarahkan ke kiblat berdasarkan HR Bukhori, HR Abu Daud dan HR Ibnu Hiban.

Doa ketika duduk diantara dua sujud disunnahkan untuk membaca hadits dari riwat Ibnu Abbas ra beliau berkata:

انَ رسولُ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليْهِ وسلَّمَ يقولُ بينَ السَّجدتينِ في صلاةِ اللَّيلِ ربِّ اغفِر لي وارحَمني واجبُرني وارزُقني وارفَعني

“Biasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika duduk di antara dua sujud pada salat malam beliau membaca: Robbighfirlii warahmnii, wajburnii, warzuqnii, warfa’nii (artinya: Ya Allah ampunilah aku, rahmatilah aku, cukupkanlah aku, berilah rezeki dan tinggikanlah derajatku)” (HR. Ibnu Majah). Bcaan lainnya adalah masih dari Ibnu Abbas ra beliau berkata:

اللَّهمَّ اغفِر لي وارحَمني وَعَافِنِيْ واهدِني وارزُقني. واجبُرني وارفَعني

“Allohummagfirli warhamni, wa afini, wahdini, warzukni, wajburni warfa’ni (Ya Alloh ampunilah aku, kasihilah aku, sehatkanlah aku, berilah aku hidayah, karuniakan aku rizki, cukupkanlah aku dan angkatla derajatku” (HR Baihaqi, HR Thobroni dan merupakan hadits shohih). Bagaimana jika menambah doa lagi selain doa diatas silahkan seperti yang Imam Gozali ada redaksi wa’fu anni…wallohu a’lam

Berbuka Puasa

Berbuka Puasa 

Berbuka puasa merupakan ibadah bahkan kita disunnahkan untuk menyegerakan dalam hal berbuka ini mengacu pada dalil dari Ibnu Hajar:
وَعَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
“Dari Sahl bin Sa’ad ra, bahwa Rasulullah Saw bersabda : “Manusia senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan waktu berbuka.” (Muttafaqun ‘alaih, shohih disepakati oleh ulama-ulama ahli hadits)
Dari keterangan hadits lainnya adalaha riwayat dari Abu Hurairoh ra : 
وَلِلتِّرْمِذِيِّ مِنْ حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ : أَحَبُّ عِبَادِي إلَيَّ أَعْجَلُهُمْ فِطْرًا
Dalam riwayat Tirmidzi disebutkan dari hadits Abu Hurairah ra, dari Nabi Saw, beliau bersabda : Allah Ta’ala berfirman, “Hamba yang paling dicintai di sisi-Ku adalah yang menyegerakan waktu berbuka puasa.”. Jadi jelas sekali disini kita dianjurkan untuk segera buka danhukumnya adalah Sunnah. 
Berbuka disunahkan juga dengan buah qurma jika tidak ada cukup dengan air, sudah menjadi kebiasaaan yang beredar di masyarakat bahwa berbuka dengan yang manis manis, istilah manis manis mungkin karena qurma adalah makanan yang manis sehingga banyak yang berbuka dengan minuman manis, teh manis dan yang manis manis lainnya. Rekadsi hadits nya adalah sebagi berikut :
 “Dari Anas bin Malik, ia berkata : Nabi Saw biasa berbuka puasa sebelum shalat (sholat Magrb) dengan ruthab (qurma basah),  jika tidak ada ruthab, maka beliau berbuka dengan tamr (qurma kering), dan jika tidak ada tamr, beliau meminum seteguk air” (HR Abu Dawud, HR Ad-Daruquthni dan HR Hakim)
Para ulama dari kalangan Madzhab Syafiiyah berpendapat bahwa dari keterangan hadits ini adalah berbuka dengan qurma apabila tidak ada maka cukup dengan air ini menurut Syaikhona (dalam kitab kuning kalau dalam istilah ilmu fiqh yang dimaksud dengan Syaikhona adalah Imam Nawawi dan Imam Rofii) 
“Syaikhan (An Nawawi dan Ar Rafi’i) mengatakan: ‘tidak ada yang lebih afdhal dari qurma selain air minum’. Maka pendapat Ar Rauyani bahwa makanan manis itu lebih afdhal dari air adalah pendapat yang lemah” ini yang ada dalam kitab fathul mu’in sedangkan pendapat Ar-rauyani dengan yang manis manis ada dalam kitab kifayatul ahyar :  “dianjurkan berbuka dengan kurma atau jika tidak ada maka dengan air, berdasarkan hadits ini. karena yang manis-manis itu menguatkan tubuh dan air itu membersihkan tubuh. Ar Rauyani berkata: ‘kalau tidak ada qurma maka dengan yang manis-manis. karena puasa itu melemahkan pandangan dan kurma itu menguatkannya, dan yang manis-manis itu semakna dengan qurma” disini Ar-rauyani (merupakan ulama madzhab syafii) menggunakan qiyas jadi karena qurma manis maka bisa digantikan dengan yang lainnya yang sama-sama manis, bahkan beliaubisa menggantikan yang manis dengan susu atau madu, tetapi banyak penolakan terkait pendapatnya begitu juga imam as-syayuti (madzhab syafii), jadi yang afdol jika ada qurma maka berbuka dengan qurma tetapi jika tidak ada cukup dengan air putih/air zamzam ini yang lebih Utama.
Lalu bagaimana dengan doa berbukan puasa, selama ini kita mengamalkan doa yang sudah ada dan turun temurun dari orang tau kita, tetapi entahlah akhir akhir ini ada beberapa orang yang menganggaf doa tersebut dhoif dan ada istilah “doa berbuka pausa yang sesuai Sunnah” keren emang propagandanya, seolah olah do’a yang kita amalkan bukan Sunnah, mari kita bahas sedikit. 
Hadits lengkap nya adalah sebagai berikut :
حدثنا عبد الله بن محمد بن يحيى أبو محمد حدثنا علي بن الحسن أخبرني الحسين بن واقد حدثنا مروان يعني ابن سالم المقفع قال رأيت ابن عمر يقبض على لحيته فيقطع ما زاد على الكف وقال كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا أفطر قال ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الأجر إن شاء الله 

Artinya, “Kami mendapat riwayat dari Abdullah bin Muhammad bin Yahya, yaitu Abu Muhammad, kami mendapat riwayat dari Ali bin Hasan, kami mendapat riwayat dari Husein bin Waqid, kami mendapat riwayat dari Marwan, yaitu Bin Salim Al-Muqaffa‘, ia berkata bahwa aku melihat Ibnu Umar menggenggam jenggotnya, lalu memangkas sisanya. Ia berkata, Rasulullah bila berbuka puasa membaca, ‘Dzahabaz zhama’u wabtallatil ‘urûqu wa tsabatal ajru, insyâ Allah’,” (HR Abu Dawud)
sementara doa yang biasa masyarakat kita amalkan adalah :
اللهم لك صمت وعلى رزقك أفطرت

Doa yang biasa kita baca ini bersumber dari riwayat Imam Bukhari dan Muslim sebagai keterangan Syekh M Khatib As-Syarbini berikut ini: 
وأن يقول عقب فطره اللهم لك صمت وعلى رزقك أفطرت لانه صلى الله عليه وسلم  كان يقول ذلك رواه الشيخان 
Artinya, “(Mereka yang berpuasa) dianjurkan setelah berbuka membaca, ‘Allâhumma laka shumtu, wa ‘alâ rizqika afthartu.’ karena Rasulullah SAW mengucapkan doa ini yang diriwayatkan Syaikhoni” (maksudnya adalah Imam Bukhari dan Muslim), kalau dilihat dari derajat dan kesepakatan hadits jelas ini lebih shohih dari pada riwayat dari abu daud menurut ulama ahli hadits, jadi jangan ragu yang sudah mengamalkan silahkan dilanjutkan yang mengamalkan doa yang baru juga silahkan ke duanya punya dasar. Bahkan dalam kitab Hasyiyah, Syaikh Sulaiman Al-bujairomi menyusun doa berbuka puasa dengan menggabungkan dari 2 hadits ini redaksinya seperti berikut : 
 اللّهُمَّ لَكَ صُمْتُ ويسن أن يزيد على ذلك وَبِكَ آمَنْتُ، وَبِكَ وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ. ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ العُرُوقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شاءَ اللهُ. يا وَاسِعَ الفَضْلِ اِغْفِرْ لِي الحَمْدُ لِلهِ الَّذِي هَدَانِي فَصُمْتُ، وَرَزَقَنِي فَأَفْطَرْتُ. 

Artinya, “Allâhumma laka shumtu wa ‘alâ rizqika afthartu “dianjurkan/disunnahkan untuk menambahkan”  wa bika âmantu, wa bika wa ‘alaika tawakkaltu. Dzahabaz zhama’u, wabtallatil ‘urûqu, wa tsabatal ajru, insyâ Allah. Yâ wâsi‘al fadhli, ighfir lî. Alhamdulillâhil ladzî hadânî fa shumtu, wa razaqanî fa afthartu,” 
Artinya, “Tuhanku, hanya untuk-Mu aku berpuasa. Dengan rezeki-Mu aku membatalkannya. Sebab dan kepada-Mu aku berpasrah. Dahaga telah pergi. Urat-urat telah basah. Dan insya Allah pahala sudah tetap. Wahai Zat Yang Luas Karunia, ampuni aku. Segala puji bagi Tuhan yang memberi petunjuk padaku, lalu aku berpuasa. Dan segala puji Tuhan yang memberiku rezeki, lalu aku membatalkannya.”
Jadi silahkan mau mengamalkan yang mana, lalu kapan mengucapkan doa itu, jadi menurut keterangan yang ada di dalam kitab kitab fiqh (dan jika melihat redaksi hadist-nya) yang benar adalah mengucapkannya manakala kita sudah berbuka baru membaca doa tersebut bukan membaca dulu lalu berikutnya berbuka, untuk berbuka baik makan qurma atau minum air cukup ucapkan bismillahir rohmanir rohim…walloh a’lam

Sujud kedua Dalam Sholat



Sujud kedua

Sujud kedua adalah wajib dan merupakan rukun sholat, Hadits orang yang buruk sholatnya diawal awal sudah dengan jelas ketika Rosululloh Saw mengajarkan tentang sholat. Cara sujud kedua sama seperti sujud yang pertama begitu juga bacaannya.

Lalu bangun dari sujud kedua dengan mengangkat kepala, kemudian duduk istirahat sejenak dengan cara duduk iftirosi setelah rokaat pertama menuju rokaat kedua dan sesudah rokaat ketiga sebelum bangun berdiri untuk rokaat keempat. Ada hadits antara lain Malik bin Huwairits ra behwa ia menyaksikan Rosululloh Saw sholat pada rokaat ganjil beliau duduk lurus sebelum bangkit (HR Bukhori). Dalam hadits Abu Hamid As-sa’idi yang menyifati sholat Nabi Saw ia menuturkan “Kemudian Nabi Saw turun untuk sujud (kedua) lantas mengucapkan “Alloohu Akbar” setelah itu beliau membengkokkan kaki kirinya seraya duduk lurus sampai setiap tulang kembali ke tempatnya (duduk iftirosi). Lalu bangkit. Pada rokaat kedua beliaun melakukan hal yang sama” (HR Turmudzi dan yang lainnya yang merupakan hadits shohih).

Imam Nawawi Dalam kitabnya (syarah muhadzdzab) berkata “ketahuilah selayaknya bagi setiap orang untuk selalu melakukan duduk istirahat ini kerena shohihnya hadits tentangnya dan tidak ada hadits lain yang shohih yang bertentangan dengannya. Maka janganlah anda tertipu oleh banyaknya orang yang meninggalkannya”

Ini sejalan dengan QS Al-hasyr (59) : 7 “Apa yang didatangkan oleh Rosul kepada mu, maka ambillah”

Tidak boleh mengangkat tangan dasarnya adalah hadits dari Ibnu Umar ra dan juga dari Ali bin Abi Tholib ra “Rosululloh tidak mengangkat tangannya sedikitpun dalam sholatnya saat beliau duduk” (HR Turmudzi dan HR Bukhori, merupakan hadits shohih) . Hadits yang mengatakan bahwa Rosululloh Saw mangangkat tangannya ketika turun dan bangun dari sujud adalah hadits mawdhu’ (palsu) diriwatkan oleh Thohawi dalam kitabnya dan dalam Fathul Bari Imam Ibnu Hajar bahwa Imam Bukhori telah mendhoifkan dan Ibnu Hajar sendiri menghukuminya sebagai riwayat yang syadz (menyalahi riwayat perawi yang lebih syiqoh, ceuk bahasa sunda na mah mahiwal). Menurut Muhaddist Abdulloh Shiddiq Al-ghommari Al-hasani perowi salah meriwatkan jadi dihukumi sebagai hadits mawdhu’ (palsu). Dan juga yang disunnahkan adalah bangun dengan bertahan pada telapak tangan terbuka tanpa dihimpun dan melanjutkan pada rokaat rokaat berikutnya (tidak ada lagi membaca doa iftitah, cukup pada rokaat pertama saja). Rokaat kedua sama pelaksanaannya seperti rokaat pertama hanay saja di rokaat kedua disunnahkan untuk lebih pendek membaca suratnya dibandingkan rokaat pertama sedangkan pada rokaat ke tiga dan keempat tidak ada baccan surat setelah membaca surat Al-fatihah. Walloh a’lam

Digital Marketing Jadikan Anda Miliyarder Selanjutnya


PELUANG EMAS "BISNIS DIGITAL"

Cocok Untuk Semua Kalangan & mudah, dengan bisnis digital ini anda bisa memiliki pendapatan pasifincome selain pendapatan yang ada, sehingga anda bisa mapan secara materil & anda masuk pada jajaran miliyarder baru.

Link Bisnis Digital
https://bit.ly/36RcWlJ

Link Daftar Bisnis Figital Marketing Kelas 1M

https://bit.ly/30PjOfV

KITAB SAFINAH AN NAJAH


 
                          Safinah An-Najah
Karangan Syaikh Salim bin Abdullah bin Sa’ad bin Sumair al-Hadhromi
Madzhab Syafi'i
Pembuka

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين ، وبه نستعين على أمور الدنيا والدين ،وصلى الله وسلم على سيدنا محمد خاتم النبيين ،واله وصحبه أجمعين ، ولاحول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم ،

Bismillaahirrohmaanirrohiim . Alhamdulillaahi Robbil 'Aalamin . Wabihii Nasta'iinu 'Alaa Umuuriddunyaa Waddiini . Washollallaahu 'Alaa Sayyidinaa Muhammadin Khootamannabiyyiina Wa Aalihii Washohbihii Ajma'iina . Walaa Hawla Walaa Quwwata Illaa Billaahil'aliyyil 'Azhiim . 

Kitab terjemah



Sebuah terjemah dari sebuah buku kecil berjudul “Safinatun naja’ fima yajibu ‘alal abdi limaulah” Yang disusun oleh Syeikh al ‘Alim al Fadhil Salim bin Sumair al Hadhromi . Saya temukan dari sumber tertera di bawah. Semoga manfaat.
(Muqoddimah)
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Segala puji hanya kepada Allah Tuhan semesta alam, dan kepadaNya jualah kita memohon pertolongan atas segala perkara dunia dan akhirat. Dan shalawat serta salamNya semoga selalu tercurah kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW Penutup para nabi, juga terhadap keluarga, sahabat sekalian. Dan tiada daya upaya kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Perkasa.





Rukun Islam


Rukun Islam ada lima perkara, yaitu:
  1. Bersaksi bahwa tiada ada tuhan yang haq kecuali Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW adalah utusanNya.
  2. Mendirikan sholat (lima waktu).
  3. Menunaikan zakat.
  4. Puasa Romadhan.
  5. Ibadah haji ke baitullah bagi yang telah mampu melaksanakannya.





Rukun Iman


Rukun iman ada enam, yaitu:
  1. Beriman kepada Allah SWT.
  2. Beriman kepada sekalian Mala’ikat
  3. Beriman dengan segala kitab-kitab suci.
  4. Beriman dengan sekalian Rosul-rosul.
  5. Beriman dengan hari kiamat.
  6. Beriman dengan ketentuan baik dan buruknya dari Allah SWT.





Makna Laa Ilahaillahlah


Adapun arti “La ilaha illaloh”, yaitu: Tidak ada Tuhan yang berhak disembah dalam kenyataan selain Allah.





Baligh


Adapun tanda-tanda balig (mencapai usia remaja) seseorang ada tiga, yaitu:
  1. Berumur seorang laki-laki atau perempuan lima belas tahun.
  2. Bermimpi (junub) terhadap laki-laki dan perempuan ketika melewati sembilan tahun.
  3. Keluar darah haidh sesudah berumur sembilan tahun .





Istinja'


Syarat boleh menggunakan batu untuk beristinja ada delapan, yaitu:
  1. Menggunakan tiga batu.
  2. Mensucikan tempat keluar najis dengan batu tersebut.
  3. Najis tersebut tidak kering.
  4. Najis tersebut tidak berpindah.
  5. Tempat istinja tersebut tidak terkena benda yang lain sekalipun tidak najis.
  6. Najis tersebut tidak berpindah tempat istinja (lubang kemaluan belakang dan kepala kemaluan depan) .
  7. Najis tersebut tidak terkena air .
  8. Batu tersebut suci.





Rukun Wudhu


Rukun wudhu ada enam, yaitu:
  1. Niat.
  2. Membasuh muka
  3. Membasuh kedua tangan serta siku.
  4. Menyapu sebagian kepala.
  5. Membasuh kedua kaki serta buku lali.
  6. Tertib.





Niat


Niat itu ada tiga derajat, yaitu:
  1. Jika sholat yang dikerjakan fardhu, diwajibkanlah niat qasdul fi’li (mengerjakan shalat tersebut), ta’yin (nama sholat yang dikerjakan) dan fardhiyah (kefardhuannya).
  2. Jika sholat yang dikerjakan sunnah yang mempunyai waktu atau mempunyai sebab, diwajibkanlah niat mengerjakan sholat tersebut dan nama sholat yang dikerjakan seperti sunah Rowatib (sebelum dan sesudah fardhu-fardhu).
  3. Jika sholat yang dikerjakan sunnah Mutlaq (tanpa sebab), diwajibkanlah niat mengerjakan sholat tersebut saja.
  4. Yang dimaksud dengan qasdul fi’li adalah aku beniat sembahyang (menyenghajanya), dan yang dimaksud ta’yin adalah seperti dzuhur atau asar, adapun fardhiyah adalah niat fardhu.





Pembagian air


Air terbagi kepada dua macam;
  1. Air yang sedikit
  2. air yang banyak.

Adapun air yang sedikit adalah air yang kurang dari dua qullah . Dan air yang banyak itu adalah yang sampai dua qullah atau lebih.
Air yang sedikit akan menjadi najis dengan sebab tertimpa najis kedalamnya, sekalipun tidak berubah. Adapun air yang banyak maka tdak akan menjadi najis kecuali air tersebut telah berubah warna, rasa atau baunya.





Mewajibakan mandi wajib


Yang mewajibkan mandi ada enam perkara, yaitu:
  1. Memasukkan kemaluan (kepala dzakar) ke dalam farji (kemaluan) perempuan.
  2. Keluar air mani.
  3. Mati.
  4. Keluar darah haidh [datang bulan].
  5. Keluar darah nifas [darah yang keluar setelah melahirkan].
  6. Melahirkan.





Rukun junub


Fardhu–fardhu (rukun) mandi yang diwajibkan ada dua perkara, yaitu:
  1. Niat mandi wajib.
  2. Menyampaikan air ke seluruh tubuh dengan sempurna.





Syarat wudhu


Syarat– Syarat Wudhu` ada sepuluh, yaitu:
  1. Islam.
  2. Tamyiz (cukup umur dan ber’akal).
  3. Suci dari haidh dan nifas.
  4. Lepas dari segala hal dan sesuatu yang bisa menghalang sampai air ke kulit.
  5. Tidak ada sesuatu disalah satu anggota wudhu` yang merubah keaslian air.
  6. Mengetahui bahwa hukum wudhu` tersebut adalah wajib.
  7. Tidak boleh beri`tiqad (berkeyakinan) bahwa salah satu dari fardhu–fardhu wudhu` hukumnya sunnah (tidak wajib).
  8. Kesucian air wudhu` tersebut.
  9. Masuk waktu sholat yang dikerjakan.
  10. Muwalat .
  11. Dua syarat terakhir ini khusus untuk da`im al-hadats .





Membatalkan wudhu


Yang membatalkan wudhu` ada empat, yaitu:
  1. Apa bila keluar sesuatu dari salahsatu kemaluan seperti angin dan lainnya, kecuali air mani.
  2. Hilang akal seperti tidur dan lain lain, kecuali tidur dalam keadaan duduk rapat bagian punggung dan pantatnya dengan tempat duduknya, sehingga yakin tidak keluar angin sewaktu tidur tersebut
  3. Bersentuhan antara kulit laki–laki dengan kulit perempuan yang bukan muhrim baginya dan tidak ada penghalang antara dua kulit tersebut seperti kain dll. ”Mahram”: (orang yang haram dinikahi seperti saudara kandung).
  4. Menyentuh kemaluan orang lain atau dirinya sendiri atau menyentuh tempat pelipis dubur (kerucut sekeliling) dengan telapak tangan atau telapak jarinya.





Larangan saat hadats


Larangan bagi orang yang berhadats kecil ada tiga, yaitu:
  1. Shalat, fardhu maupun sunnah.
  2. Thowaaf (keliling ka`bah tujuh kali).
  3. Menyentuh kitab suci Al-Qur`an atau mengangkatnya.
Larangan bagi orang yang berhadats besar (junub) ada lima, yaitu:
  1. Sholat.
  2. Thowaaf.
  3. Menyentuh Al-Qur`an.
  4. Membaca Al-Qur`an.
  5. I`tikaf (berdiam di masjid).
Larangan bagi perempuan yang sedang haidh ada sepuluh, yaitu:
  1. Sholat.
  2. Thowaaf.
  3. Menyentuh Al-Qur`an.
  4. Membaca Al-Qur`an.
  5. Puasa
  6. I’tikaf di masjid.
  7. Masuk ke dalam masjid sekalipun hanya untuk sekedar lewat jika ia takut akan mengotori masjid tersebut.
  8. Cerai, karena itu, di larang suami menceraikan isterinya dalam keadaan haidh.
  9. Jima`.
  10. Bersenang – senang dengan isteri di antara pusar dan lutut.





Sebab boleh tayamum


Sebab – Sebab yang membolehkan tayammum ada tiga hal, yaitu:
  1. Tidak ada air untuk berwudhu`.
  2. Ada penyakit yang mengakibatkan tidak boleh memakai air.
  3. Ada air hanya sekedar mencukupi kebutuhan minum manusia atau binatang yang Muhtaram .
Adapun selain Muhtaram ada enam macam, yaitu:
  1. Orang yang meninggalkan sholat wajib.
  2. kafir Harbiy (yang boleh di bunuh).
  3. Murtad.
  4. Penzina dalam keadaan Ihshan (orang yang sudah ber’aqad nikah yang sah).
  5. Anjing yang menyalak (tidak menta`ati pemiliknya atau tidak boleh dipelihara).
  6. Babi.





Syarat bertayamum


Syarat–Syarat mengerjakan tayammum ada sepuluh, yaitu:
  1. Bertayammum dengan tanah.
  2. Menggunakan tanah yang suci tidak terkena najis.
  3. Tidak pernah di pakai sebelumnya (untuk tayammaum yang fardhu).
  4. Murni dari campuran yang lain seperti tepung dan seumpamanya.
  5. Mengqoshod atau menghendaki (berniat) bahwa sapuan dengan tanah tersebut untuk di jadikan tayammum.
  6. Masuk waktu shalat fardhu tersebut, sebelum tayammum.
  7. Bertayammum tiap kali sholat fardhu tiba.
  8. Berhati – hati dan bersungguh – sungguh dalam mencari arah qiblat sebelum memulai tayammum.
  9. Menyapu muka dan dua tangannya dengan dua kali mengusap tanah tayammum secara masing – masing (terpisah).
  10. Menghilangkan segala najis di badan terlebih dahulu.





Rukun tayamum


Rukun-rukun tayammum ada lima, yaitu:
  1. Memindah debu.
  2. Niat.
  3. Mengusap wajah.
  4. Mengusap kedua belah tangan sampai siku.
  5. Tertib antara dua usapan.





Membatalkan tayamum


Perkara yang membatalkan tayammum ada tiga, yaitu:
  1. Semua yang membatalkan wudhu’.
  2. Murtad.
  3. Ragu-ragu terdapatnya air, apabila dia bertayammum karena tidak ada air.




Najis menjadi suci


Perkara yang menjadi suci dari yang asalnya najis ada tiga, yaitu:
  1. Khamar (air yang diperah dari anggur) apabila telah menjadi cuka.
  2. Kulit binatang yang disamak.
  3. Semua najis yang telah berubah menjadi binatang.




Macam macam najis


Macam macam najis ada tiga, yaitu:
  1. Najis besar (Mughallazoh), yaitu Anjing, Babi atau yang lahir dari salah satunya.
  2. Najis ringan (Mukhaffafah), yaitu air kencing bayi yang tidak makan, selain susu dari ibunya, dan umurnya belum sampai dua tahun.
  3. Najis sedang (Mutawassithoh), yaitu semua najis selain dua yang diatas.




Cara mensucikan najis


Cara menyucikan najis-najis:
  1. Najis besar (Mughallazoh), menyucikannya dengan membasuh sebanyak tujuh kali, salah satunya menggunakan debu, setelah hilang ‘ayin (benda) yang najis.
  2. Najis ringan (Mukhaffafah), menyucikannya dengan memercikkan air secara menyeluruh dan menghilangkan ‘ayin yang najis.
  3. Najis sedang (Mutawassithoh) terbagi dua bagian, yaitu:

    1. Ainiyyah yaitu najis yang masih nampak warna, bau, atau rasanya, maka cara menyucikan najis ini dengan menghilangkan sifat najis yang masih ada.
    2. Hukmiyyah, yaitu najis yang tidak nampak warna, bau dan rasanya, maka cara menyucikan najis ini cukup dengan mengalirkan air pada benda yang terkena najis tersebut.




Darah haid


Darah haid yang keluar paling sedikit sehari semalam, namun pada umumnya selama enam atau tujuh hari, dan tidak akan lebih dari 15 hari. Paling sedikit masa suci antara dua haid adalah 15 hari, namun pada umumnya 24 atau 23 hari, dan tidak terbatas untuk masa sucinya. Paling sedikit masa nifas adalah sekejap, pada umumnya 40 hari, dan tidak akan melebihi dari 60 hari.




Udzhur sholar


Udzur( ) sholat:
  1. Tidur .
  2. Lupa.




Syarat sah sholat


Syarat sah shalat ada delapan, yaitu:
  1. Suci dari hadats besar dan kecil.
  2. Suci pakaian, badan dan tempat dari najis.
  3. Menutup aurat.
  4. Menghadap kiblat.
  5. Masuk waktu sholat.
  6. Mengetahui rukun-rukan sholat.
  7. Tidak meyakini bahwa diantara rukun-rukun sholat adalah sunnahnya
  8. Menjauhi semua yang membatalkan sholat.
Macam-macam hadats: Hadats ada dua macam, yaitu: Kecil dan Besar.
  1. Hadats kecil adalah hadats yang mewajibkan seseorang untuk berwudhu’.
  2. hadats besar adalah hadats yang mewajibkan seseorang untuk mandi.
Macam macam aurat: Aurat ada empat macam, yaitu:
  1. Aurat semua laki-laki (merdeka atau budak) dan budak perempuan ketika sholat, yaitu antara pusar dan lutut.
  2. Aurat perempuan merdeka ketika sholat, yaitu seluruh badan kecuali muka dan telapak tangan.
  3. Aurat perempuan merdeka dan budak terhadap laki-laki yang ajnabi (bukan muhrim), yaitu seluruh badan.
  4. Aurat perempuan merdeka dan budak terhadap laki-laki muhrimya dan perempuan, yaitu antara pusar dan lutut.




Rukun sholat


Rukun sholat ada tujuh belas, yaitu:
  1. Niat.
  2. Takbirotul ihrom (mengucapkan “Allahuakbar).
  3. Berdiri bagi yang mampu.
  4. Membaca fatihah.
  5. Ruku’ (membungkukkan badan).
  6. Thuma’ninah (diam sebentar) waktu ruku’.
  7. I’tidal (berdiri setelah ruku’).
  8. Thuma’ninah (diam sebentar waktu i’tidal).
  9. Sujud dua kali.
  10. Thuma’ninah (diam sebentar waktu sujud).
  11. Duduk diantara dua sujud.
  12. Thuma’ninah (diam sebentar ketika duduk).
  13. Tasyahud akhir (membaca kalimat-kalimat yang tertentu).
  14. Duduk diwaktu tasyahud.
  15. Sholawat (kepada nabi).
  16. Salam (kepada nabi).
  17. Tertib (berurutan sesuai urutannya).




Syarat takbirotul ikhrom


Syarat takbirotul ihrom ada enam belas, yaitu:
  1. Mengucapkan takbirotul ihrom tersebut ketika berdiri (jika sholat tersebut fardhu).
  2. Mengucapkannya dengan bahasa Arab.
  3. Menggunakan lafal “Allah”.
  4. Menggunakan lafal “Akbar”.
  5. Berurutan antara dua lafal tersebut.
  6. Tidak memanjangkan huruf “Hamzah” dari lafal “Allah”.
  7. Tidak memanjangkan huruf “Ba” dari lafal “Akbar”.
  8. Tidak mentaysdidkan (mendobelkan/mengulang) huruf “Ba” tersebut.
  9. Tidak menambah huruf “Waw” berbaris atau tidak antara dua kalimat tersebut.
  10. Tidak menambah huruf “Waw” sebelum lafal “Allah”.
  11. Tidak berhenti antara dua kalimat sekalipun sebentar.
  12. Mendengarkan dua kalimat tersebut.
  13. Masuk waktu sholat tersebut jika mempuyai waktu.
  14. Mengucapkan takbirotul ihrom tersebut ketika menghadap qiblat.
  15. Tidak tersalah dalam mengucapkan salah satu dari huruf kalimat tersebut.
  16. Takbirotul ihrom ma’mum sesudah takbiratul ihrom dari imam.




Syarat membaca Fatikhah


Syarat-syarat sah membaca surat al-Fatihah ada sepuluh, yaitu:
  1. Tertib (yaitu membaca surat al-Fatihah sesuai urutan ayatnya).
  2. Muwalat (yaitu membaca surat al-Fatihah dengan tanpa terputus).
  3. Memperhatikan makhroj huruf (tempat keluar huruf) serta tempat-tempat tasydid.
  4. Tidak lama terputus antara ayat-ayat al-Fatihah ataupun terputus sebentar dengan niat memutuskan bacaan.
  5. Membaca semua ayat al-Fatihah.
  6. Basmalah termasuk ayat dari al-fatihah.
  7. Tidak menggunakan lahan (lagu) yang dapat merubah makna.
  8. Memabaca surat al-Fatihah dalam keaadaan berdiri ketika sholat fardhu.
  9. Mendengar surat al-Fatihah yang dibaca.
  10. Tidak terhalang oleh dzikir yang lain.




Tempat tasyidid dalam fatikahah


Tempat-tempat tasydid dalam surah al-fatihah ada empat belas, yaitu:
  1. Tasydid huruf “Lam” jalalah pada lafal (الله ).
  2. Tasydid huruf “Ra’” pada lafal (( الرّحمن .
  3. Tasydid huruf “Ra’” pada lapal ( الرّحيم).
  4. Tasydid “Lam” jalalah pada lafal ( الحمد لله).
  5. Tasydid huruf “Ba’” pada kalimat (ربّ العالمين ).
  6. Tasydid huruf “Ra’” pada lafal (الرّحمن ).
  7. Tasydid huruf “Ra’” pada lafal ( الرّحيم).
  8. Tasydid huruf “Dal” pada lafal (الدّين ).
  9. Tasydid huruf “Ya’” pada kalimat إيّاك نعبد) ).
  10. Tasydid huruf “Ya” pada kalimat (وإيّاك نستعين ).
  11. tasydid huruf “Shad” pada kalimat ( اهدنا الصّراط المستقيم).
  12. Tasydid huruf “Lam” pada kalimat (صراط الّذين ).
  13. Tasydid “Dhad” pada kalimat (ولا الضالين).
  14. Tasydid huruf “Lam” pada kalimat (ولا الضالين).




Sunnah mengangkat tangan


Tempat disunatkan mengangkat tangan ketika shalat ada empat, yaitu:
  1. Ketika takbiratul ihram.
  2. Ketika Ruku’.
  3. Ketika bangkit dari Ruku’ (I’tidal).
  4. Ketika bangkit dari tashahud awal.




Syarat sahnya sujud


Syarat sah sujud ada tujuh, yaitu:
  1. Sujud dengan tujuh anggota.
  2. Dahi terbuka (jangan ada yang menutupi dahi).
  3. Menekan sekedar berat kepala.
  4. Tidak ada maksud lain kecuali sujud.
  5. Tidak sujud ketempat yang bergerak jika ia bergerak.
  6. Meninggikan bagian punggung dan merendahkan bagian kepala.
  7. Thuma’ninah pada sujud.
Penutup: Ketika seseorang sujud anggota tubuh yang wajib di letakkan di tempat sujud ada tujuh, yaitu:
  1. Dahi.
  2. Bagian dalam dari telapak tangan kanan.
  3. Bagian dalam dari telapak tangan kiri.
  4. Lutut kaki yang kanan.
  5. Lutut kaki yang kiri.
  6. Bagian dalam jari-jari kanan.
  7. Bagian dalam jari-jari kiri.




Kalimat tasyidid


Dalam kalimat tasyahud terdapat dua puluh satu harakah (baris) tasydid, enam belas di antaranya terletak di kalimat tasyahud yang wajib di baca, dan lima yang tersisa dalam kalimat yang menyempurnakan tasyahud (yang sunah dibaca), yaitu:
  1. “Attahiyyat”: harakah tasydid terletak di huruf “Ta’”.
  2. “Attahiyyat”: harakah tasydid terletak di huruf “Ya’”.
  3. “Almubarakatusshalawat”: harakah tasydid di huruf “Shad”.
  4. “Atthayyibaat”: harakah tasydid di huruf “Tha’”.
  5. “Atthayyibaat”: harakah tasydid di huruf “ya’”.
  6. “Lillaah”: harakah tasydid di “Lam” jalalah.
  7. “Assalaam”: di huruf “Sin”.
  8. “A’laika ayyuhannabiyyu”: di huruf “Ya’”.
  9. “A’laika ayyuhannabiyyu”: di huruf “Nun”.
  10. “A’laika ayyuhannabiyyu”: di huruf “Ya’”.
  11. “Warohmatullaah”: di “Lam” jalalah.
  12. “Wabarakatuh, assalaam”: di huruf “Sin”.
  13. “Alainaa wa’alaa I’baadillah”: di “Lam” jalalah.
  14. “Asshalihiin”: di huruf shad.
  15. “Asyhaduallaa”: di “Lam alif”.
  16. “Ilaha Illallaah”: di “Lam alif”.
  17. “Illallaah”: di “Lam” jalalah.
  18. “Waasyhaduanna”: di huruf “Nun”.
  19. “Muhammadarrasulullaah”: di huruf “Mim”.
  20. “Muhammadarrasulullaah”: di huruf “Ra’”.
  21. “Muhammadarrasulullaah”: di huruf “Lam” jalalah.




Sholawat nabi


Sekurang-kurang kalimat shalawat nabi yang memenuhi standar kewajiban di tasyahud akhir adalah Allaahumma shalli a’laa Muhammad.
(Adapun).harakat tasydid yang ada di kalimat shalawat nabi tersebut ada di huruf “Lam” dan “Mim” di lafal “Allahumma”. Dan di huruf “Lam” di lafal “Shalli”. Dan di huruf “Mim” di Muhammad.





Tasyahud akhir


Sekurang-kurang salam yang memenuhi standar kewajiban di tasyahud akhir adalah Assalaamu’alaikum. Adpun Harakat tasydid yang ada di kalimat tersebut terletak di huruf “Sin”.





Waktu sholat


Waktu waktu shalat wajib, yaitu ada lima ;
  1. Waktu shalat dzuhur:
  2. Dimulai dari tergelincirnya matahari dari tengah-tengah langit kearah barat dan berakhir ketika bayangan suatu benda menyamai ukuran panjangnya dengan benda tersebut.
  3. Waktu salat Ashar:
  4. Dimulai ketika bayangan dari suatu benda melebihi ukuran panjang dari benda tersebut dan berakhir ketika matahari terbenam.
  5. Waktu shalat Magrib:
  6. Berawal ketika matahari terbenam dan berakhir dengan hilangnya sinar merah yang muncul setelah matahari terbenam.
  7. Waktu shalat Isya
  8. Diawali dengan hilangnya sinar merah yang muncul setelah matahari terbenam dan berakhir dengan terbitnya fajar shadiq. Yang di maksud dengan Fajar shadiq adalah sinar yang membentang dari arah timur membentuk garis horizontal dari selatan ke utara.
  9. Waktu shalat Shubuh:
  10. Di mulai dari timbulnya fajar shadiq dan berakhir dengan terbitnya matahari.
Warna sinar matahari yang muncul setelah matahari terbenam ada tiga, yaitu:Sinar merah, kuning dan putih.
  1. Sinar merah muncul ketika magrib
  2. sinar kuning dan putih muncul di waktu Isya.
Disunnahkan untuk menunda atau mangakhirkan shalat Isya sampai hilangnya sinar kuning dan putih. 


Haramnya sholat


Shalat itu haram manakala tidak ada mempunyai sebab terdahulu atau sebab yang bersamaan (maksudnya tanpa ada sebab sama sekaliseperti sunat mutlaq) dalam beberapa waktu, yaitu:
  1. Ketika terbit matahari sampai naik sekira-kira sama dengan ukuran tongkat atau tombak.
  2. Ketika matahari berada tepat ditengah tengah langit sampai bergeser kecuali hari Jum’at.
  3. Ketika matahari kemerah-merahan sampai tenggelam.
  4. Sesudah shalat Shubuh sampai terbit matahari.
  5. Sesudah shalat Asar sampai matahari terbenam.




Tempat saktah


Tempat saktah (berhenti dari membaca) pada waktu shalat ada enam tempat, yaitu:
  1. Antara takbiratul ihram dan do’a iftitah (doa pembuka sesudah takbiratul ihram).
  2. Antara doa iftitah dan ta’awudz (mengucapkan perlindungan dengan Allah SWT dari setan yang terkutuk).
  3. Antara ta’awudz dan membaca fatihah.
  4. Antara akhir fatihah dan ta’min (mengucapkan amin).
  5. Antara ta’min dan membaca surat (qur’an).
  6. Antara membaca surat dan ruku’.
Semua tersebut dengan kadar tasbih (bacaan subhanallah), kecuali antara ta’min dan membaca surat, disunahkan bagi imam memanjangkan saktah dengan kadar membaca fatihah. 


Rukun tuma'ninah


Rukun-rukun yang diwajibkan didalamnya tuma’ninah ada empat, yaitu:
  1. Ketika ruku’.
  2. Ketika i’tidal.
  3. Ketika sujud.
  4. Ketika duduk antara dua sujud.
Tuma’ninah adalah diam sesudah gerakan sebelumnya, sekira-kira semua anggota badan tetap (tidak bergerak) dengan kadar tasbih (membaca subhanallah). 



Sebab sujud syahwi


Sebab sujud sahwi ada empat, yaitu:
  1. Meninggalkan sebagian dari ab’adhus shalat (pekerjaan sunnah dalam shalat yang buruk jika seseorang meniggalkannya).
  2. Mengerjakan sesuatu yang membatalkan (padahal ia lupa), jika dikerjakan dengan sengaja dan tidak membatalkan jika ia lupa.
  3. Memindahkan rukun qauli (yang diucapkan) kebukan tempatnya.
  4. Mengerjakan rukun Fi’li (yang diperbuat) dengan kemungkinan kelebihan.




Ab’adusshalah


Ab’adusshalah ada enam, yaitu:
  1. Tasyahud awal
  2. Duduk tasyahud awal.
  3. Shalawat untuk nabi Muhammad SAW ketika tasyahud awal.
  4. Shalawat untuk keluarga nabi ketika tasyahud akhir
  5. Do’a qunut.
  6. Berdiri untuk do’a qunut.
  7. Shalawat dan Salam untuk nabi Muhammad SAW, keluarga dan sahabat ketika do’a qunut.




Batalnya shola


Perkara yang membatalkan shalat ada empat belas, yaitu:
  1. Berhadats (seperti kencing dan buang air besar).
  2. Terkena najis, jika tidak dihilangkan seketika, tanpa dipegang atau diangkat (dengan tangan atau selainnya).
  3. Terbuka aurat, jika tidak dihilangkan seketikas.
  4. Mengucapkan dua huruf atau satu huruf yang dapat difaham.
  5. Mengerjakan sesuatu yang membatalkan puasa dengn sengaja.
  6. Makan yang banyak sekalipun lupa.
  7. Bergerak dengan tiga gerakan berturut-turut sekalipun lupa.
  8. Melompat yang luas.
  9. Memukul yang keras.
  10. Menambah rukun fi’li dengan sengaja.
  11. Mendahului imam dengan dua rukun fi’li dengan sengaja.
  12. Terlambat denga dua rukun fi’li tanpa udzur.
  13. Niat yang membatalkan shalat.
  14. Mensyaratkan berhenti shalat dengan sesuatu dan ragu dalam memberhentikannya.




Kewajiban imam


Diwajibkan bagi seorang imam berniat menjadi imam terdapat dalam empat shalat, yaitu:
  1. Menjadi Imam juma`
  2. Menjadi imam dalam shalat i`aadah (mengulangi shalat).
  3. Menjadi imam shalat nazar berjama`ah
  4. Menjadi imam shalat jamak taqdim sebab hujan




Syarat makmum


Syarat – Syarat ma`mum mengikut imam ada sebelas perkara, yaitu:
  1. Tidak mengetahui batal nya shalat imam dengan sebab hadats atau yang lain nya.
  2. Tidak meyakinkan bahwa imam wajib mengqadha` shalat tersebut.
  3. Seorang imam tidak menjadi ma`mum .
  4. Seorang imam tidak ummi (harus baik bacaanya).
  5. Ma`mum tidak melebihi tempat berdiri imam.
  6. Harus mengetahui gerak gerik perpindahan perbuatan shalat imam.
  7. Berada dalam satu masjid (tempat) atau berada dalam jarak kurang lebih tiga ratus hasta.
  8. Ma`mum berniat mengikut imam atau niat jama`ah.
  9. Shalat imam dan ma`mum harus sama cara dan kaifiyatnya
  10. Ma`mum tidak menyelahi imam dalam perbuata sunnah yang sangat berlainan atau berbeda sekali.
  11. Ma`mum harus mengikuti perbuatan imam.




Sah dalam jamaah


Ada lima golongan orang–orang yang sah dalam berjamaah, yaitu:
  1. Laki –laki mengikut laki – laki.
  2. Perempuan mengikut laki – laki.
  3. Banci mengikut laki – laki.
  4. Perempuan mengikut banci.
  5. Perempuan mengikut perempuan.




Tidak sah berjamaah


Ada empat golongan orang – orang yang tidak sah dalam berjamaah, yaitu:
  1. Laki – laki mengikut perempuan.
  2. Laki – laki mengikut banci.
  3. Banci mengikut perempuan.
  4. Banci mengikut banci.




Sarat sah jama' ta'dim


Ada empat, syarat sah jamak taqdim (mengabung dua shalat diwaktu yang pertama), yaitu:
  1. Di mulai dari shalat yang pertama.
  2. Niat jamak (mengumpulkan dua shalat sekali gus).
  3. Berturut – turut.
  4. Udzurnya terus menerus.




Syarat qosor


Ada tujuh syarat qasar, yaitu:
  1. Jauh perjalanan dengan dua marhalah atau lebih (80,640 km atau perjalanan sehari semalam).
  2. Perjalanan yang di lakukan adalah safar mubah (bukan perlayaran yang didasari niat mengerja maksiat ).
  3. Mengetahui hukum kebolehan qasar.
  4. Niat qasar ketika takbiratul `ihram.
  5. Shalat yang di qasar adalah shalat ruba`iyah (tidak kurang dari empat rak`aat).
  6. Perjalanan terus menerus sampai selesai shalat tersebut.
  7. Tidak mengikuti dengan orang yang itmam (shalat yang tidak di qasar) dalam sebagian shalat nya.




Sarat sah sholat jum'at


berikut adalah Syarat sah shalat Jum’at , yaitu:
  1. Khutbah dan shalat Jum’at dilaksanakan pada waktu Dzuhur.
  2. Kegiatan Jum’at tersebut dilakukan dalam batas desa.
  3. Dilaksanakan secara berjamaah.
  4. Jamaah Jum’at minimal berjumlah empat puluh (40) laki-laki merdeka, balig dan penduduk asli daerah tersebut.
  5. Dilaksanakan secara tertib, yaitu dengan khutbah terlebih dahulu, disusul dengan shalat Jum’at.




Rukun khotbah jumat


Rukun khutbah Jum’at ada lima, yaitu:
  1. Mengucapkan “الحمد لله” dalam dua khutbah tersebut.
  2. Bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW dalam dua khutbah tersebut.
  3. Berwasiat ketaqwaan kepada jamaah Jum’at dalam dua khutbah Jum’at tersebut.
  4. Membaca ayat al-qur’an dalam salah satu khutbah.
  5. Mendo’akan seluruh umat muslim pada akhir khutbah.




Syarat sah khutbah jumat


Syarat sah khutbah jum’at ada sepuluh, yaitu:
  1. Bersih dari hadats kecil (seperti kencing) dan besar seperti junub.
  2. Pakaian, badan dan tempat bersih dari segala najis.
  3. Menutup aurat.
  4. Khutbah disampaikan dengan berdiri bagi yang mampu.
  5. Kedua khutbah dipisahkan dengan duduk ringan seperti tuma’ninah dalam shalat ditambah beberapa detik.
  6. Kedua khutbah dilaksanakan dengan berurutan (tidak diselangi dengan kegiatan yang lain, kecuali duduk).
  7. Khutbah dan sholat Jum’at dilaksanakan secara berurutan.
  8. Kedua khutbah disampaikan dengan bahasa Arab.
  9. Khutbah Jum’at didengarkan oleh 40 laki-laki merdeka, balig serta penduduk asli daerah tersebut.
  10. Khutbah Jum’at dilaksanakan dalam waktu Dzuhur.




Kewajiban atas jenazah


pertama: Kewajiban muslim terhadap saudaranya yang meninggal dunia ada empat perkara, yaitu:
  1. Memandikan.
  2. Mengkafani.
  3. Menshalatkan (sholat jenazah).
  4. Memakamkan .






Cara memandikan seorang muslim yang meninggal dunia:
Minimal (paling sedikit): membasahi seluruh badannya dengan air dan bisa disempurnakan dengan membasuh qubul dan duburnya, membersihkan hidungnya dari kotoran, mewudhukannya, memandikannya sambil diurut/digosok dengan air daun sidr dan menyiramnya tiga (3) kali.




Cara mengkafani jenazah


Cara mengkafan:
inimal: dengan sehelai kain yang menutupi seluruh badan. Adapun cara yang sempurna.
  1. bagi laki-laki: menutup seluruh badannya dengan tiga helai kain,
  2. sedangkan untuk wanita yaitu dengan baju, khimar (penutup kepala), sarung dan 2 helai kain.





Rukun solat jenazah


Rukun shalat jenazah ada tujuh (7), yaitu:
  1. Niat.
  2. Empat kali takbir.
  3. Berdiri bagi orang yang mampu.
  4. Membaca Surat Al-Fatihah.
  5. Membaca shalawat atas Nabi SAW sesudah takbir yang kedua.
  6. Do’a untuk si mayat sesudah takbir yang ketiga.
  7. Salam.




Menguburkan jenazah


cara menguburkan jenazah adalah :
Sekurang-kurang menanam (mengubur) mayat adalah dalam lubang yang menutup bau mayat dan menjaganya dari binatang buas. Yang lebih sempurna adalah setinggi orang dan luasnya, serta diletakkan pipinya di atas tanah. Dan wajib menghadapkannya ke arah qiblat.





Menggali jenazah


Mayat boleh digali kembali, karena ada salah satu dari empat perkara, yaitu:
  1. Untuk dimandikan apabila belum berubah bentuk.
  2. Untuk menghadapkannya ke arah qiblat.
  3. Untuk mengambil harta yang tertanam bersama mayat.
  4. Wanita yang janinnya tertanam bersamanya dan ada kemungkinan janin tersebut masih hidup.




Hukum Istia'anah


Hukum isti’anah (minta bantuan orang lain dalam bersuci) ada empat (4) perkara, yaitu:
  1. Boleh.
  2. Khilaf Aula.
  3. Makruh
  4. Wajib.

Penjelasannya :
  1. Boleh (mubah) meminta untuk mendekatkan air.
  2. Khilaf aula meminta menuangkan air atas orang yang berwudlu.
  3. Makruh meminta menuangkan air bagi orang yang membasuh anggota-anggota (wudhu) nya.
  4. Wajib meminta menuangkan air bagi orang yang sakit ketika ia lemah (tidak mampu untuk melakukannya sendiri).




Fasal Zakat



تجب الزكاة في خمسة أشياء وهي: المواشي والأثمان والزروع والثمار وعروض التجارة.
فأما المواشي فتجب الزكاة في ثلاثة أجناس منها وهي: الإبل والبقر والغنم. وشرائط وجوبها ستة أشياء: الإسلام والحرية والملك التام والنصاب والحول والسوم.
وأما الأثمان فشيئان: الذهب والفضة. وشرائط وجوب الزكاة فيها خمسة أشياء: الإسلام والحرية والملك التام والنصاب والحول.
وأما الزروع فتجب الزكاة فيها بثلاثة شرائط: أن يكون مما يزرعه الآدميون. وأن يكون قوتا مدخرا. وأن يكون نصابا وهو: "خمسة أوسق لا قشر عليها".
وأما الثمار فتجب الزكاة في شيئين منها: ثمرة النخل. وثمرة الكرم. وشرائط وجوب الزكاة فيها أربعة أشياء: الإسلام والحرية والملك التام والنصاب. وأما عروض التجارة فتجب الزكاة فيها بالشرائط المذكورة في الأثمان . 

Zakat itu wajib dalam lima perkara yaitu binatang, harga, tanaman, buah, harta dagangan. Adapaun binatang wajib dizakati dalam tiga jenis antara lain unta, sapi, kambing.
Syarat wajibnya ada enam perkara yaitu Islam, merdeka, memiliki yang sempurna, mencapai nishab (jumlah minimum), haul (setahun).
Adapun zakat barang berharga ada dua perkara yaitu emas dan perak. Adapun wajib zakatnya emas dan perak ada lima yaitu Islam, merdeka, kepemilikan sempurna, nisob, haul. 
Adapun tanaman maka wajib zakat dengan tiga sarat:
1. Tanaman bias dibudidayakan anak adam dan tahan disimpan 
Mencapai satu nisob yaitu lima ausu’ tapa kulit. 
Adapun buah buahan maka wajib zakat dalam dua buah: buah kurma dan buh anggur. Ada empat sarat: Islam, Merdeka, milik sempurna dan satu nisob. Adapun harta daganganmaka wajib zakat dengan srat yang tersebut dalam barang berharga. 

(فصل) وأول نصاب الإبل خمسة وفيها شاة وفي عشر شاتان وفي خمسة عشر ثلاث شياة وفي عشرين أربع شياة وفي خمس وعشرين بنت مخاض وفي ست وثلاثين بنت لبون وفي ست وأربعين حقة وفي إحدى وستين جذعة وفي ست وسبعين بنتا لبون وفي إحدى وتسعين حقتئن وفي مائة وإحدى وعشرين ثلاث بنات لبون ثم في كل أربعين بنت لبون وفي كل خمسين حقة.

(فصل) وأول نصاب البقر ثلاثون وفيها تبيع وفي أربعين مسنة وعلى هذا أبدا فقس.

(فصل) وأول نصاب الغنم أربعون وفيها شاة جذعة من الضأن أو ثنية من المعز وفي مائة وإحدى وعشرين شاتان وفي مائتين وواحدة ثلاث شياة وفي أربعمائة أربع شياة ثم في كل مائة شاة.

فصل) والخليطان يزكيان زكاة الواحد بسبع شرائط: إذا كان المراح واحدا والمسرح واحدا والمرعى واحدا والفحل واحدا والمشرب واحدا والحالب واحدا وموضع الحلب واحدا 
Nishab Zakat Unta:                                                                                          

Permulaan nisab onta itu 5 ekor. Dan (zakatnya) untuk 5 ekor adalah 1 ekor biri-biri umur 1-2 tahun. 10 ekor unta adalah 2 ekor biri-biri umur 1-2 tahun. 15 ekor unta adalah 3 ekor biri-biri umur 1-2 tahun. 25 ekor unta adalah 1 ekor unta betina umur 1-2 tahun. 38 ekor unta adalah 1 ekor unta betina umur 2-3 tahun. 46 ekor unta adalah 1 ekor unta betina umur 3-4 tahun. 61 ekor unta adalah 1 ekor unta betina umur 4-5 tahun. 76 ekor unta adalah 2 ekor unta betina umur 2-3 tahun. 91 ekor unta adalah 2 ekor unta betina umur 2-3 tahun. 121 ekor unta adalah 3 ekor unta betina umur 2-3 tahun. Kemudian untuk tiap 40 ekor (seterusnya) zakatnya 1 ekor unta betina umur 2-3 tahun, dan untuk tiap 50 ekor (seterusnya) zakatnya 1 ekor unta betina umur 3-4 tahun.

Nishab Zakat Lembu: 

Permulaan nisab lembu itu 30 ekor, untuk jumlah ini zakatnya 1 ekor tabi' (anak lembu jantan umur 2-3 tahun). 40 ekor lembu adalah 1 ekor musinnah (anak lembu betina umur 2-3 tahun) dan untuk seterusnya dapat dianalogikan.

Nishab Zakat Kambing: 

Permulaan nisab kambing 40 ekor zakatnya adalah 1 ekor biri-biri (domba) yang telah tanggal gigi serinya (boleh juga yang berumur 1-2 tahun meskipun belum copot gigi serinya) atau 1 ekor kambing betina yang telah tanggal gigi serinya (boleh juga yang berumur 2-3 tahun meskipun belum tanggal gigi serinya). Untuk 121 ekor kambing zakatnya 2 ekor biri-biri (dengan keadaan gigi atau umur seperti di atas). 201 kambing zakatnya 3 ekor biri-biri (dengan keadaan gigi atau umur seperti di atas). Kemudian untuk seterusnya bagi tiap-tiap 100 ekor zakatnya 1 ekor biri-biri (dengan keadaan gigi atau umur seperti di atas).

Dua orang yang berserikat (memiliki kambing) mengeluarkan zakat (kambingnya) dengan 7 macam syarat: 1. Jika tempat menyimpan ternak itu satu; 2. tempat melepasnya satu; 3. tempat menggembalanya satu; 4. pejantannya satu; 5. tempat minumnya satu; 6. pemerahnya satu; 7. tempat pemerahnya satu. 

(فصل) ونصاب الذهب عشرون مثقالا وفيه ربع العشر وهو نصف مثقال وفيما زاد بحسابه ونصاب الورق مائتا درهم وفيه ربع العشر وهو خمسة دراهم وفيما زاد بحسابه ولا تجب في الحلي المباح زكاة.

(فصل) ونصاب الزروع والثمار خمسة أوسق وهي: ألف وستمائة رطل بالعراقي وفيما زاد بحسابه وفيها إن سقيت بماء السماء أو السيح العشر وإن سقيت بدولاب أو نضح نصف العشر.

(فصل) وتقوم عروض التجارة عند آخر الحول بما اشتريت به ويخرج من ذلك ربع العشر

وما استخرج من معادن الذهب والفضة يخرج منه ربع العشر في الحال وما يوجد من الركاز ففيه الخمس. 

Nisab emas adalah 20 miskal (96 gram). Untuk jumlah ini zakatnya sepertempatnya sepersepuluh (2.5%) yaitu sama dengan 1/2 miskal. Untuk selebihnya (dizakati) menurut perhitungan.

Nisab perak adalah 200 dirham (200 talen atau 672 gram) untuk jumlah ini zakatnya seperempatnya sepersepuluh (2.5%) yaitu (sama dengan) 5 dirham. Untuk selebihnya (dizakati) menurut perhitungannya. Untuk perhiasan emas perak yang mubah (diperbolehkan) tidaklah wajib dizakati.

Nisah hasil pertanian dan buah-buahan itu 5 ausuq yaitu 1600 kati menurut neraca negeri Irak.[1] Untuk selebihnya (harus dizakati) menurut perhitungannya. Dan untuk jumlah 5 ausuq tersebut, jika diairi dengan air hujan atau air sungai (yang mengalir sendiri ke sawah) maka zakatnya sepersepuluhnya (10%). Jika diairi (dengan air sungai atau perigi yang ditimba) dengan kerekan atau alat penyiram (yang digerakkan oleh tenaga binatang) maka zakatnya setengahnya sepersepuluh (5%).

(Hendaklah) dihitung barang-barang dagangan itu ketika akhir tahun dengan harga berapa barang-barang itu telah dibeli. Dan wajiblah dikeluarkan dari harga barang-barang dagangan itu (jika telah mencapai nisabnya) seperempatnya sepersepuluh (2.5%).

Apa yang telah digali dari tambang emas dan perak, harus dikeluarkan (zakat) dari padanya sepertempatnya sepersepuluh (2.5%) seketika itu juga. Dan apa yang didapat dari rikaz (barang-barang terpendam dari jaman jahiliyah) zakatnya adalah seperlima (20@)

========================

[1] 5 ausuq sama dengan 720 kg beras (padi tanpa kulit) atau 1200 kg (12 kwintal) padi.
Rincian perhitungan nisab beras sbb: 1 ausuq/wasaq beras = 60 sha'. 1 sha' beras = 4 mud. 1 mud beras = 6 ons (kurang lebih). Jadi, 1 ausuq = 6 ons x 4 x 60 = 1440 ons. 5 ausuq = 5 x 1440 ons = 7200 ons (720 kg)

Rincian perhitungan nisab padi: 100 kg padi = 60 kg beras. Berarti, 60 kg beras = 100 kg padi. 600 kg beras = 1.000 kg padi. 720 kg beras = 1200 kg padi. Jadi, nisab padi adalah 1.200 kg padi (12 kwintal).

Sumber: KH. Basori Alwi Singosari.

======================== 

(فصل) وتجب زكاة الفطر بثلاثة أشياء: الإسلام وبغروب الشمس من آخر يوم من شهر رمضان ووجود الفضل عن قوته وقوت عياله في ذلك اليوم. ويزكي عن نفسه وعمن تلزمه نفقته من المسلمين صاعا من قوت بلده وقدره خمسة أرطال وثلث بالعراقي. 

Wajib zakat fitrah karena tiga hal: (a) Islam; (b) terbenamnya matahari pada hari terakhir bulan Ramadan; (c) adanya kelebihan dari makanan keluarganya untuk hari itu. Mengeluarkan zakat untuk dirinya sendiri dan orang islam yang wajib dinafkahinya dengan mengeluarka satu sok dari kekuatan Negara. Dan perkiraan lima lebih sepertiaga kati Negara Irak 

(فصل) وتدفع الزكاة إلى الأصناف الثمانية الذين ذكرهم الله تعالى في كتابه العزيز في قوله تعالى: (إنما الصدقات للفقراء والمساكين والعاملين عليها والمؤلفة قلوبهم وفي الرقاب والغارمين وفي سبيل الله وابن السبيل) وإلى من يوجد منهم ولا يقتصر على أقل من ثلاثة من كل صنف إلا العامل.

وخمسة لا يجوز دفعها إليهم: الغني بمال أو كسب والعبد وبنو هاشم وبنو المطلب والكافر زمن تلزم المزكي نفقته لا يدفعها إليهم باسم الفقراء والمساكين.

ORANG YANG MENERIMA ZAKAT

Zakat (haruslah) diberikan kepada 8 (delapan) golongan yang telah disebutkan oleh Allah di dalam firmannya: "Sesungguhnya zakat-zakati itu hanyalah diberikan kepada orang-orang fakir, orang-orang miskin, para pekerja urusan zakat (amil zakat), orang-orang yang dijinakkan hatinya (karena baru memeluk Islam), hamba sahaya yang sedang berikhtiar menebus dirinya untuk jadi orang merdeka, orang-orang yang punya hutang (karena kepentingan agama), orang yang berperang untuk agama Allah (tanpa gaji dari pemerintah) dan musafir yang kehabisan bekal dalam perjalanan", Dan kepada siapa saja yang bisa didapat dari mereka ini zakat harus diberikan, bila ternyata tak bisa didapat kesemuanya). Dan sedikitnya tidak boleh kurang dari 3 orang (yang harus diberi zakat) dari tiap golongan di atas kecuali amil (amil boleh hanya seorang).

5 (lima) orang yang zakat tak boleh diberikan kepada mereka: (a) orang yang kaya uang atau pencaharian; (b) hamba sahaya; (c) Bani Hasyim; (d) Bani Mutalib; (e) orang kafir.

Orang-orang yang nafkahnya menjadi tanggungan orang yang zakat tidak boleh zakat itu diberikan kepada mereka dengan nama fakir miskin.


zakat hadits Hadits ke-1
Dari Ibnu Abbas r. bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengutus Mu'adz ke negeri Yaman --ia meneruskan hadits itu-- dan didalamnya (beliau bersabda): "Sesungguhnya Allah telah mewajibkan mereka zakat dari harta mereka yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan dibagikan kepada orang-orang fakir di antara mereka." Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Bukhari.

Hadits ke-2
Dari Anas bahwa Abu Bakar ash-Shiddiq Radliyallaahu 'anhu menulis surat kepadanya: Ini adalah kewajiban zakat yang diwajibkan oleh Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam atas kaum muslimin. Yang diperintahkan Allah atas rasul-Nya ialah setiap 24 ekor unta ke bawah wajib mengeluarkan kambing, yaitu setiap kelipatan lima ekor unta zakatnya seekor kambing. Jika mencapai 25 hingga 35 ekor unta, zakatnya seekor anak unta betina yang umurnya telah menginjak tahun kedua, jika tidak ada zakatnya seekor anak unta jantan yang umurnya telah menginjak tahun ketiga. Jika mencapai 36 hingga 45 ekor unta, zakatnya seekor anak unta betina yang umurnya telah menginjak tahun ketiga. Jika mencapai 46 hingga 60 ekor unta, zakatnya seekor anak unta betina yang umurnya telah masuk tahun keempat dan bisa dikawini unta jantan. Jika mencapai 61 hingga 75 ekor unta, zakatnya seekor unta betina yang umurnya telah masuk tahun kelima. Jika mencapai 79 hingga 90 ekor unta, zakatnya dua ekor anak unta betina yang umurnya telah menginjak tahun kedua. Jika mencapai 91 hingga 120 ekor unta, maka setiap 40 ekor zakatnya seekor anak unta betina yang umurnya masuk tahun ketiga dan setiap 50 ekor zakatnya seekor unta betina yang umurnya masuk tahun keempat. Bagi yang hanya memiliki 4 ekor unta, tidak wajib atasnya zakat kecuali bila pemiliknya menginginkan. Mengenai zakat kambing yang dilepas mencari makan sendiri, jika mencapai 40 hingga 120 ekor kambing, zakatnya seekor kambing. Jika lebih dari 120 hingga 200 ekor kambing, zakatnya dua ekor kambing. Jika lebih dari 200 hingga 300 kambing, zakatnya tiga ekor kambing. Jika lebih dari 300 ekor kambing, maka setiap 100 ekor zakatnya seekor kambing. Apabila jumlah kambing yang dilepas mencari makan sendiri kurang dari 40 ekor, maka tidak wajib atasnya zakat kecuali jika pemiliknya menginginkan. Tidak boleh dikumpulkan antara hewan-hewan ternak terpisah dan tidak boleh dipisahkan antara hewan-hewan ternak yang terkumpul karena takut mengeluarkan zakat. Hewan ternak kumpulan dari dua orang, pada waktu zakat harus kembali dibagi rata antara keduanya. Tidak boleh dikeluarkan untuk zakat hewan yang tua dan yang cacat, dan tidak boleh dikeluarkan yang jantan kecuali jika pemiliknya menghendaki. Tentang zakat perak, setiap 200 dirham zakatnya seperempatnya (2 1/2%). Jika hanya 190 dirham, tidak wajib atasnya zakat kecuali bila pemiliknya menghendaki. Barangsiapa yang jumlah untanya telah wajib mengeluarkan seekor unta betina yang seumurnya masuk tahun kelima, padahal ia tidak memilikinya dan ia memiliki unta betina yang umurnya masuk tahun keempat, maka ia boleh mengeluarkannya ditambah dua ekor kambing jika tidak keberatan, atau 20 dirham. Barangsiapa yang sudah wajib mengeluarkan seekor anak unta betina yang umurnya masuk tahun keempat, padahal ia tidak memilikinya dan ia memiliki unta betina yang umurnya masuk tahun kelima, maka ia boleh mengeluarkannya ditambah 20 dirham atau dua ekor kambing. Riwayat Bukhari.

Hadits ke-3
Dari Mu'adz Ibnu Jabal Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah mengutusnya ke negeri Yaman. Beliau memerintahkan untuk mengambil (zakat) dari 30 ekor sapi, seekor anak sapi berumur setahun lebih yang jantan atau betina, dan setiap 40 ekor sapi, seekor sapi betina berumur dua tahun lebih, dan dari setiap orang yang telah baligh diambil satu dinar atau yang sebanding dengan nilai itu pada kaum Mu'afiry. Riwayat Imam Lima dan lafadznya menurut riwayat Ahmad. Hadits hasan menurut Tirmidzi dan ia menunjukkan perselisihan pendapat tentang maushulnya hadits ini. Ibnu Hibban dan Hakim menilainya hadits shahih.
Hadits ke-4
Dari Amar Ibnu Syu`aib dari ayahnya, dari kakeknya Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Zakat kaum muslimin diambil di tempat-tempat sumber air mereka." Riwayat Ahmad. Hadits menurut riwayat Abu Dawud: "Zakat mereka tidak diambil kecuali di kampung mereka."

Hadits ke-5
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak wajib zakat bagi orang islam atas hambanya dan kudanya." Riwayat Bukhari. Menurut riwayat Muslim: "Tidak ada zakat bagi hamba kecuali zakat fitrah."

Hadits ke-6
Dari Bahz Ibnu Hakim, dari ayahnya, dari kakeknya Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Pada setiap 40 ekor unta yang dilepas mencari makan sendiri, zakatnya seekor anak unta betina yang umurnya memasuki tahun ketiga. Tidak boleh dipisahkan anak unta itu untuk mengurangi perhitungan zakat. Barangsiapa memberinya karena mengharap pahala, ia akan mendapat pahala. Barangsiapa menolak untuk mengeluarkannya, kami akan mengambilnya beserta setengah hartanya karena ia merupakan perintah keras dari Tuhan kami. Keluarga Muhammad tidak halal mengambil zakat sedikit pun." Riwayat Ahmad, Abu Dawud, dan Nasa'i. Hadits shahih menurut Hakim. Syafi'i memberikan komentar atas ketetapan hadits ini.

Hadits ke-7
Dari Ali Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila engkau memiliki 200 dirham dan telah melewati satu tahun, maka zakatnya 5 dirham. Tidak wajib atasmu zakat kecuali engkau memiliki 20 dinar dan telah melewati setahun, maka zakatnya 1/2 dinar. Jika lebih dari itu, maka zakatnya menurut perhitungannya. Harta tidak wajib dikeluarkan zakat kecuali telah melewati setahun." Hadits hasan diriwayatkan oleh Abu Dawud. Ke-marfu'-an hadits ini diperselisihkan.

Hadits ke-8
Menurut riwayat Tirmidzi dari Ibnu Umar r.a: "Barangsiapa memanfaatkan (mengembangkan) harta, tidak wajib zakat atasnya kecuali setelah mencapai masa setahun." Hadits mauquf.

Hadits ke-9
Ali Radliyallaahu 'anhu berkata: Tidak ada zakat atas sapi yang dipekerjakan. Riwayat Abu Dawud dan Daruquthni. Hadits mauquf menurut pendapat yang lebih menang.

Hadits ke-10
Dari Amar Ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari Abdullah Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa mengurus anak yatim yang memiliki harta, hendaknya ia memperdagangkan harta itu untuknya, dan tidak membiarkannya sehingga dimakan oleh zakat." Riwayat Tirmidzi dan Daruquthni, sanadnya lemah. Hadits ini mempunyai saksi mursal menurut Syafi'i.

Hadits ke-11
Dari Abdullah Ibnu Aufa bahwa biasanya bila suatu kaum datang membawa zakat kepada Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, beliau berdoa: "Ya Allah, berilah rahmat atas mereka." Muttafaq Alaihi.

Hadits ke-12
Dari Ali bahwa Abbas bertanya kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam penyegeraan pengeluaran zakat sebelum waktunya, lalu beliau mengizinkannya. Riwayat Tirmidzi dan Hakim.

Hadits ke-13
Dari Jabir bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tak ada zakat pada perak yang kurang dari 5 auqiyah (600 gram), unta yang jumlahnya kurang dari 5 ekor, dan kurma yang kurang dari 5 ausaq (1050 liter)." Riwayat Muslim.

Hadits ke-14
Menurut riwayatnya dari hadits Abu Said r.a: "Tidak ada zakat pada kurma dan biji-bijian yang kurang dari 5 ausaq (1050 liter)." Asal hadits dari Abu Said itu Muttafaq Alaihi.

Hadits ke-15
Dari Salim Ibnu Abdullah, dari ayahnya r.a, bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tanaman yang disiram dengan air hujan atau dengan sumber air atau dengan pengisapan air dari tanah, zakatnya sepersepuluh, dan tanaman yang disiram dengan tenaga manusia, zakatnya seperduapuluh." Riwayat Bukhari. Menurut riwayat Abu Dawud: "Bila tanaman ba'al (tanaman yang menyerap air dari tanah), zakatnya sepersepuluh, dan tanaman yang disiram dengan tenaga manusia atau binatang, zakatnya setengah dari sepersepuluh (1/20)."

Hadits ke-16
Dari Abu Musa al-Asy'ary dan Mu'adz Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada keduanya: "Jangan mengambil zakat kecuali dari keempat jenis ini, yakni: sya'ir, gandum, anggur kering, dan kurma." Riwayat Thabrani dan Hakim.

Hadits ke-17
Menurut Daruquthni bahwa Mu'adz Radliyallaahu 'anhu berkata: Adapun mengenai ketimun, semangka, delima dan tebu, Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam telah membebaskan (zakat)-nya. Sanadnya lemah.

Hadits ke-18
Sahal Ibnu Abu Hatsmah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan kami apabila kamu menaksir, maka kerjakanlah, tetapi bebaskan sepertiga. Apabila kamu enggan membebaskan sepertiga, maka bebaskan seperempat. Riwayat Imam Lima kecuali Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban dan Hakim.

Hadits ke-19
Attab Ibnu Asid Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan agar anggur ditaksir sebagaimana kurma, dan zakatnya diambil setelah dalam keadaan kering. Riwayat Imam Lima dan sanadnya terputus.

Hadits ke-20
Dari Amar Ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya Radliyallaahu 'anhu bahwa seorang perempuan datang kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersama putrinya yang mengenakan dua gelang emas ditangannya. Lalu beliau bertanya: "Apakah engkau mengeluarkan zakat gelang ini?" Dia menjawab: Tidak. Beliau bersabda: "Apakah engkau senang pada hari kiamat nanti Allahakan menggelangi kamu dengan dua gelang api neraka?" Lalu perempuan itu melepaskan kedua gelang tersebut. Riwayat Imam Tiga dengan sanad yang kuat. Hadits shahih menurut Hakim dari hadits 'Aisyah.

Hadits ke-21
Dari Ummu Salamah Radliyallaahu 'anhu bahwa dia mengenakan perhiasan dari emas, lalu dia bertanya: Ya Rasulullah, apakah ia termasuk harta simpanan? Beliau menjawab: "Jika engkau mengeluarkan zakatnya, maka ia tidak termasuh harta simpanan." Riwayat Abu Dawud dan Daruquthni. Hadits shahih menurut Hakim.

Hadits ke-22
Samurah Ibnu Jundab Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan kami agar mengeluarkan zakat dari harta yang kita siapkan untuk berjualan. Riwayat Abu Dawud dan sanadnya lemah.

Hadits ke-23
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Zakat rikaz (harta peninggalan purbakala) adalah seperlima." Muttafaq Alaihi.

Hadits ke-24
Dari Amar Ibnu Syu'aib dari ayahnya, dari kakeknya Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tentang harta simpanan yang ditemukan seseorang di suatu tempat yang tidak berpenghuni. Jika engkau menemukannya pada kampung yang dihuni orang, maka umumkan. Jika engkau menemukannya pada kampung yang tidak dihuni orang, maka zakatnya sebagai rikaz itu seperlima." Dikeluarkan oleh Ibnu Majah dengan sanad hasan.

Hadits ke-25
Dari Bilal Ibnu Harits Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengambil zakat dari barang-barang tambang di Qalibiyah. Riwayat Abu Dawud.

Hadits ke-26
Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mewajibkan zakat fitrah sebesar satu sho' kurma atau satu sho' sya'ir atas seorang hamba, orang merdeka, laki-laki dan perempuan, besar kecil dari orang-orang islam; dan beliau memerintahkan agar dikeluarkan sebelum orang-orang keluar menunaikan sholat. Muttafaq Alaihi.

Hadits ke-27
Menurut riwayat Ibnu Adiy dan Daruquthni dengan sanad yang lemah: "Cegahlah mereka agar tidak keliling (untuk minta-minta) pada hari ini.

Hadits ke-28
Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu berkata: Pada zaman Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam kami selalu mengeluarkan zakat fitrah satu sho' makanan, atau satu sho' kurma, atau satu sho' sya'ir, atau satu sho' anggur kering. Muttafaq Alaihi. Dalam suatu riwayat lain: Atau satu sho' susu kering. Abu Said berkata: Adapun saya masih mengeluarkan zakat fitrah seperti yang aku keluarkan pada zaman Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam Dalam riwayat Abu Dawud: Aku selamanya tidak mengeluarkan kecuali satu sho'.

Hadits ke-29
Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mewajibkan zakat fitrah sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dari perkataan yang tidak berguna dan kotor, dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin. Maka barangsiapa yang mengeluarkannya sebelum sholat, ia menjadi zakat yang diterima dan barangsiapa mengeluarkannya setelah sholat, ia menjadi sedekah biasa. Riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah. Hadits shahih menurut Hakim.

Hadits ke-30
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tujuh macam orang yang akan dilindungi Allah pada hari yang tidak ada lindungan kecuali lindungan-Nya - kemudian ia menyebutkan hadits dan didalamnya disebutkan - orang yang bersedekah dengan sedekah yang ia tutupi sehingga tangannya yang kiri tidak mengetahui apa yang dikeluarkan oleh tangan kanannya." Muttafaq Alaihi.

Hadits ke-31
Dari Uqbah Ibnu Amir bahwa dia mendengar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Setiap orang bernaung di bawah sedekahnya sehingga ia diputuskan (amal perbuatannya) antara manusia." Riwayat Ibnu Hibban dan Hakim.

Hadits ke-32
Dari Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Siapa saja orang islam yang memberi pakaian orang Islam yang tidak memiliki pakaian, niscaya Allah akan memberinya pakaian dari hijaunya surga; dan siapa saja orang Islam yang memberi makan orang Islam yang kelaparan, niscaya Allah akan memberinya makanan dari buah-buahan surga; dan siapa saja orang Islam yang memberi minum orang Islam yang kehausan, niscaya Allah akan memberinya minuman dari minuman suci yang tertutup." Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan dalam sanadnya ada kelemahan.

Hadits ke-33
Dari Hakim Ibnu Hazm Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tangan yang di atas (pemberi) lebih baik daripada tangan yang di bawah (penerima); dan mulailah dari orang-orang yang banyak tanggungannya; dan sebaik-baik sedekah ialah yang diambil dari sisa kebutuhan sendiri, barangsiapa menjaga kehormatannya Allah akan menjaganya dan barangsiapa merasa cukup Allah akan mencukupkan kebutuhannya." Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut riwayat Bukhari.

Hadits ke-34
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah ditanya: Wahai Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, sedekah apakah yang paling mulia? Beliau menjawab: "Sedekah orang yang tak punya, dan mulailah (memberi sedekah) atas orang yang banyak tanggungannya. Dikeluarkan oleh Ahmad dan Abu Dawud. Hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Hakim.

Hadits ke-35
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Bersedekahlah." Lalu seorang laki-laki berkata: Wahai Rasulullah, aku mempunyai satu dinar? Beliau bersabda: "Bersedekahlah pada dirimu sendiri." Orang itu berkata: Aku mempunyai yang lain. Beliau bersabda: "Sedekahkan untuk anakmu." Orang itu berkata: Aku masih mempunyai yang lain. Beliau bersabda: "Sedekahkan untuk istrimu." Orang itu berkata: Aku masih punya yang lain. Beliau bersabda: "Sedekahkan untuk pembantumu." Orang itu berkata lagi: Aku masih mempunyai yang lain. Beliau bersabda: "Kamu lebih mengetahui penggunaannya." Riwayat Abu Dawud dan Nasa'i dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban dan Hakim.

Hadits ke-36
Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila perempuan menafkahkan sebagian makanan di rumahnya tanpa merusak (anggaran harian) maka baginya pahala atas apa yang ia nafkahkan, bagi suaminya juga pahala karena ia yang bekerja, dan begitu pula bagi yang menyimpannya. Sebagian dari mereka tidak mengurangi sedikit pun pahala atas sebagian lainnya." Muttafaq Alaihi.

Hadits ke-37
Dari Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu bahwa Zainab, istri Abu Mas'ud, bertanya: Wahai Rasulullah, baginda telah memerintahkan untuk bersedekah hari ini, dan aku mempunyai perhiasan padaku yang hendak saya sedekahkan, namun Ibnu Mas'ud menganggap bahwa dirinya dan anaknya lebih berhak untuk aku beri sedekah. Lalu Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Ibnu Mas'ud memang benar, suamimu dan anakmu adalah orang yang lebih berhak untuk engkau beri sedekah." Riwayat Bukhari.

Hadits ke-38
Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Orang yang selalu meminta-minta pada orang-orang, akan datang pada hari kiamat dengan tidak ada segumpal daging pun di wajahnya." Muttafaq Alaihi.

Hadits ke-39
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa meminta-minta harta orang untuk memperkaya diri, sebenarnya ia hanyalah meminta bara api. Oleh karenanya, silahkan meminta sedikit atau banyak." Riwayat Muslim.

Hadits ke-40
Dari Zubair Ibnu al-'Awwam Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Seorang di antara kamu yang mengambil talinya, lalu datang dengan seonggok kayu di atas punggungnya, kemudian menjualnya dan dengan hasil itu ia menjaga kehormatannya adalah lebih baik daripada ia meminta-minta orang yang terkadang mereka memberinya atau menolaknya." Riwayat Bukhari

Hadits ke-41
Dari Samurah Ibnu Jundab Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Meminta-minta adalah cakaran seseorang terhadap mukanya sendiri, kecuali meminta kepada penguasa atau karena suatu hal yang amat perlu." Hadits shahih riwayat Tirmidzi.

Hadits ke-42
Dari Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Zakat itu tidak halal diberikan kepada orang kaya kecuali lima macam, yaitu: Panitia zakat, atau orang yang membelinya dengan hartanya, atau orang yang berhutang, atau orang yang berperang di jalan Allah, atau orang miskin yang menerima zakat kemudian memberikannya pada orang kaya." Riwayat Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah. Hadits shahih menurut Hakim, namun ia juga menilainya cacat karena mursal.

Hadits ke-43
Dari Ubaidillah Ibnu Adiy Ibnu al-Khiyar Radliyallaahu 'anhu bahwa dua orang menceritakan kepadanya bahwa mereka telah menghadap Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam untuk meminta zakat pada beliau. Lalu beliau memandangi mereka, maka beliau mengerti bahwa mereka masih kuat. Lalu beliau bersabda: "Jika kalian mau, aku beri kalian zakat, namun tidak ada bagian zakat bagi orang kaya dan kuat bekerja." Riwayat Ahmad dan dikuatkan oleh Abu Dawud dan Nasa'i.

Hadits ke-44
Dari Abdul Muttholib Ibnu Rabi'ah Ibnu Harits bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya zakat itu tidak patut bagi keluarga Muhammad, karena ia sebenarnya adalah kotoran manusia." Dan menurut suatu riwayat: "Sesungguhnya ia tidak halal bagi Muhammad dan keluarga Muhammad." Riwayat Muslim.

Hadits ke-45
Jubair Ibnu Muth'im Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku dan Utsman Ibnu Affan pernah menghadap Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, lalu kami bertanya: Wahai Rasulullah, baginda telah memberi seperlima dari hasil perang Khaibar kepada Banu al-Mutthalib dan baginda meninggalkan kami, padahal kami dan mereka adalah sederajat. Lalu Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya Banu al-Mutthalib dan Banu Hasyim adalah satu keluarga." Riwayat Bukhari.

Hadits ke-46
Dari Abu Rafi' Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah mengutus seseorang dari Banu Makhzum untuk mengambil zakat. Orang itu berkata kepada Abu Rafi': Temanilah aku, engkau akan mendapatkan bagian darinya. Ia menjawab: Tidak, sampai aku menghadap Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam untuk menanyakannya. Lalu keduanya menghadap beliau dan menanyakannya. Beliau bersabda: "Hamba sahaya suatu kaum itu termasuk kaum tersebut, dan sesungguhnya tidak halal zakat bagi kami." Riwayat Ahmad, Imam Tiga, Ibnu Khuzaimah, dan Ibnu Hibban.

Hadits ke-47
Dari Salim Ibnu Abdullah Ibnu Umar, dari ayahnya Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah memberikan sesuatu kepada Umar Ibnu Khattab. Lalu ia berkata: Berikanlah pada orang yang lebih membutuhkan daripada diriku." Beliau bersabda: "Ambillah, lalu simpanlah atau bersedekahlah dengannya. Dan apa yang datang kepadamu dari harta semacam ini, padahal engkau tidak membutuhkannya dan tidak meminta, maka ambillah. Jika tidak demikian, maka jangan turuti nafsumu." Riwayat Muslim.

Hadits ke-48
Dari Qobishoh Ibnu Mukhoriq al-Hilaly Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya meminta-minta tidak dihalalkan kecuali bagi salah seorang di antara tiga macam, yakni orang yang menanggung hutang orang lain, ia boleh meminta-minta sampai ia melunasinya, kemudian ia berhenti; orang yang tertimpa musibah yang menghabiskan hartanya, ia boleh meminta-minta sampai ia mendapatkan sandaran hidup; dan orang yang ditimpa kesengsaraan hidup sehingga tiga orang dari kaumnya yang mengetahuinya menyatakan: "Si fulan ditimpa kesengsaraan hidup." ia boleh meminta-minta sampai mendapatkan sandaran hidup. Meminta-minta selain tiga hal itu, wahai Qobishoh, adalah haram dan orang yang memakannya adalah memakan yang haram." Riwayat Muslim, Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, dan Ibnu Hibban.




Puasa ramadhan


Puasa Ramadhan diwajibkan dengan salah satu ketentuan-ketentuan berikut ini:
  1. Dengan mencukupkan bulan sya’ban 30 hari.
  2. Dengan melihat bulan, bagi yang melihatnya sendiri.
  3. Dengan melihat bulan yang disaksikan oleh seorang yang adil di muka hakim.
  4. Dengan Kabar dari seseorang yang adil riwayatnya juga dipercaya kebenarannya, baik yang mendengar kabar tersebut membenarkan ataupun tidak, atau tidak dipercaya akan tetapi orang yang mendengar membenarkannya
  5. Dengan beijtihad masuknya bulan Ramadhan bagi orang yang meragukan dengan hal tersebut.




Sarat sah puasa


Syarat sah puasa ramadhan ada empat (4) perkara, yaitu:
  1. Islam.
  2. Berakal.
  3. Suci dari seumpama darah haidh.
  4. Dalam waktu yang diperbolehkan untuk berpuasa.




sarat wajib puasa


Syarat wajib puasa ramadhan ada lima perkara, yaitu:
  1. Islam.
  2. Taklif (dibebankan untuk berpuasa).
  3. Kuat berpuasa.
  4. Sehat.
  5. Iqamah (tidak bepergian).




Mengganti puasa


Diwajibkan: mengqhadha puasa, kafarat besar dan teguran terhadap orang yang membatalkan puasanya di bulan Ramadhan satu hari penuh dengan sebab menjima’ lagi berdosa sebabnya .
Dan wajib serta qhadha: menahan makan dan minum ketika batal puasanya pada enam tempat:
  1. Dalam bulan Ramadhan bukan selainnya, terhadap orang yang sengaja membatalkannya.
  2. Terhadap orang yang meninggalkan niat pada malam hari untuk puasa yang Fardhu.
  3. Terhadap orang yang bersahur karena menyangka masih malam, kemudian diketahui bahwa Fajar telah terbit.
  4. Terhadap orang yang berbuka karena menduga Matahari sudah tenggelam, kemudian diketahui bahwa Matahari belum tenggelam.
  5. Terhadap orang yang meyakini bahwa hari tersebut akhir Sya’ban tanggal tigapuluh, kemudian diketahui bahwa awal Ramadhan telah tiba.
  6. Terhadap orang yang terlanjur meminum air dari kumur-kumur atau dari air yang dimasukkan ke hidung.




Rukun puasa


Rukun puasa ramadhan ada tiga perkara, yaitu:
  1. Niat pada malamnya, yaitu setiap malam selama bulan Ramadhan.
  2. Menahan diri dari segala yang membatalkan puasa ketika masih dalam keadaan ingat, bisa memilih (tidak ada paksaan) dan tidak bodoh yang ma’zur (dima’afkan).
  3. Orang yang berpuasa.




Batal puasa


Batal puasa seseorang dengan beberapa macam, yaitu:
  1. Sebab-sebab murtad.
  2. Haidh.
  3. Nifas.
  4. Melahirkan.
  5. Gila sekalipun sebentar.
  6. Pingsan dan mabuk yang sengaja jika terjadi yang tersebut di siang hari pada umumnya.




Boleh tidak puasa


Membatalkan puasa di siang Ramadhan terbagi empat macam, yaitu:
  1. Diwajibkan, sebagaimana terhadap wanita yang haid atau nifas.
  2. Diharuskan, sebagaimana orang yang berlayar dan orang yang sakit.
  3. Tidak diwajibkan, tidak diharuskan, sebagaimana orang yang gila.
  4. Diharamkan (ditegah), sebagaimana orang yang menunda qhadha Ramadhan, padahal mungkin dikerjakan sampai waktu qhadha tersebut tidak mencukupi.
Kemudian terbagi orang-orang yang telah batal puasanya kepada empat bagian, yaitu:
  1. Orang yang diwajibkan qhadha dan fidyah, seperti perempuan yang membatalkan puasanya karena takut terhadap orang lain saperti bayinya. Dan seperti orang yang menunda qhadha puasanya sampai tiba Ramadhan berikutnya.
  2. Orang yang diwajibkan mengqhadha tanpa membayar fidyah, seperti orang yang pingsan.
  3. Orang yang diwajibkan terhadapnya fidyah tanpa mengqhadha, seperti orang yang sangat tua yang tidak kuasa.
  4. Orang yang tidak diwajibkan mengqhadha dan membayar fidyah, seperti orang gila yang tidak disengaja.




Tidak batal puasa


Perkara-perkara yang tidak membatalkan puasa sesudah sampai ke rongga mulut ada tujuh macam, yaitu:
  1. Ketika kemasukan sesuatu seperti makanan ke rongga mulut denga lupa
  2. Atau tidak tahu hukumnya .
  3. Atau dipaksa orang lain.
  4. Ketika kemasukan sesuatu ke dalam rongga mulut, sebab air liur yang mengalir diantara gigi-giginya, sedangkan ia tidak mungkin mengeluarkannya.
  5. Ketika kemasukan debu jalanan ke dalam rongga mulut.
  6. Ketika kemasukan sesuatu dari ayakan tepung ke dalam rongga mulut.
  7. Ketika kemasukan lalat yang sedang terbang ke dalam rongga mulut.




Niat


Niat adalah menyengaja suatu (perbuatan) berbarengan (bersamaan) dengan perbuatannya didalam hati. Adapun mengucapkan niat tersebut maka hukumnya sunnah, dan waktunya ketika pertama membasuh sebagian muka.
Adapun tertib yang dimaksud adalah tidak mendahulukan satu anggota terhadap anggota yag lain (sebagaimana yang telah tersebut). 

DIKLAT Calon Kepala Sekolah Kab. Bandung Tahap 2 Tahun 2021

Puji syukur kehadirat All o h Subhanahu Wata’ala yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas On The...