Rabu, 28 Juni 2023

Sujud kedua Dalam Sholat



Sujud kedua

Sujud kedua adalah wajib dan merupakan rukun sholat, Hadits orang yang buruk sholatnya diawal awal sudah dengan jelas ketika Rosululloh Saw mengajarkan tentang sholat. Cara sujud kedua sama seperti sujud yang pertama begitu juga bacaannya.

Lalu bangun dari sujud kedua dengan mengangkat kepala, kemudian duduk istirahat sejenak dengan cara duduk iftirosi setelah rokaat pertama menuju rokaat kedua dan sesudah rokaat ketiga sebelum bangun berdiri untuk rokaat keempat. Ada hadits antara lain Malik bin Huwairits ra behwa ia menyaksikan Rosululloh Saw sholat pada rokaat ganjil beliau duduk lurus sebelum bangkit (HR Bukhori). Dalam hadits Abu Hamid As-sa’idi yang menyifati sholat Nabi Saw ia menuturkan “Kemudian Nabi Saw turun untuk sujud (kedua) lantas mengucapkan “Alloohu Akbar” setelah itu beliau membengkokkan kaki kirinya seraya duduk lurus sampai setiap tulang kembali ke tempatnya (duduk iftirosi). Lalu bangkit. Pada rokaat kedua beliaun melakukan hal yang sama” (HR Turmudzi dan yang lainnya yang merupakan hadits shohih).

Imam Nawawi Dalam kitabnya (syarah muhadzdzab) berkata “ketahuilah selayaknya bagi setiap orang untuk selalu melakukan duduk istirahat ini kerena shohihnya hadits tentangnya dan tidak ada hadits lain yang shohih yang bertentangan dengannya. Maka janganlah anda tertipu oleh banyaknya orang yang meninggalkannya”

Ini sejalan dengan QS Al-hasyr (59) : 7 “Apa yang didatangkan oleh Rosul kepada mu, maka ambillah”

Tidak boleh mengangkat tangan dasarnya adalah hadits dari Ibnu Umar ra dan juga dari Ali bin Abi Tholib ra “Rosululloh tidak mengangkat tangannya sedikitpun dalam sholatnya saat beliau duduk” (HR Turmudzi dan HR Bukhori, merupakan hadits shohih) . Hadits yang mengatakan bahwa Rosululloh Saw mangangkat tangannya ketika turun dan bangun dari sujud adalah hadits mawdhu’ (palsu) diriwatkan oleh Thohawi dalam kitabnya dan dalam Fathul Bari Imam Ibnu Hajar bahwa Imam Bukhori telah mendhoifkan dan Ibnu Hajar sendiri menghukuminya sebagai riwayat yang syadz (menyalahi riwayat perawi yang lebih syiqoh, ceuk bahasa sunda na mah mahiwal). Menurut Muhaddist Abdulloh Shiddiq Al-ghommari Al-hasani perowi salah meriwatkan jadi dihukumi sebagai hadits mawdhu’ (palsu). Dan juga yang disunnahkan adalah bangun dengan bertahan pada telapak tangan terbuka tanpa dihimpun dan melanjutkan pada rokaat rokaat berikutnya (tidak ada lagi membaca doa iftitah, cukup pada rokaat pertama saja). Rokaat kedua sama pelaksanaannya seperti rokaat pertama hanay saja di rokaat kedua disunnahkan untuk lebih pendek membaca suratnya dibandingkan rokaat pertama sedangkan pada rokaat ke tiga dan keempat tidak ada baccan surat setelah membaca surat Al-fatihah. Walloh a’lam

Tidak ada komentar:

DIKLAT Calon Kepala Sekolah Kab. Bandung Tahap 2 Tahun 2021

Puji syukur kehadirat All o h Subhanahu Wata’ala yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas On The...