Rabu, 28 Juni 2023

SMS GRATIS KE SEMUA OPERATOR KESEMUA PENJURU DUNIA

Gratis SMS
SMS Disini

Siswa 2016-2017



Siswa kelas 5 Angkatan 2016-2017

Belajar jadi Reporter

Belajar jadi Reporter dalam pembelajaran Bahasa Indonesia dengan materi wawancara

PENDIDIKAN "EDUCATION"

PENDIDIKAN "EDUCATION"

MEMBACA AYAT&SURAT AL-QURAN SETELAH MEMBACA AL-FATIHAH DALAM SHOLAT







Mambaca Surat/ayat Al-quran sesudah membaca Surat Al-fatihah.

Membaca surat merupakan sunnah, imam atau yang sholat sendirian pada rokaat pertama dan kedua sunnah membaca beberapa ayat Al-quran dan yang afdolnya membaca surat. Dalinya cukup banyak salah satunya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim

أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَقْرَأُ فِى الرَّكْعَتَيْنِ الأُولَيَيْنِ مِنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَسُورَةٍ وَيُسْمِعُنَا الآيَةَ أَحْيَانًا وَيَقْرَأُ فِى الرَّكْعَتَيْنِ الأُخْرَيَيْنِ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ. مسلم

“Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW membaca surat Al-Fatihah dan Surat dalam Al-Qur'an pada awal dzuhur dan ashar. Terkadang bacaan ayat terdengar oleh kita. Dan beliau membaca surat al-Fatihah (saja) pada dua rakaat yang akhir.”
Membaca surat/ayat al-quran ini disunahkan pada semua sholat fardu dan juga sholat sunnah, jadi mau sholat yang sir bacaannya (zhuhur dan Asar) maupun yang jahr bacaannya (Magrib, Isa dan Subuh). Ada keterangan dari sahabat Abu Qatadah, Bahwa Rosululloh Saw :

انَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي الرَّكْعَتَيْنِ الأُولَيَيْنِ مِنْ صَلاَةِ الظُّهْرِ بِفَاتِحَةِ الكِتَابِ، وَسُورَتَيْنِ يُطَوِّلُ فِي الأُولَى، وَيُقَصِّرُ فِي الثَّانِيَةِ وَيُسْمِعُ الآيَةَ أَحْيَانًا، وَكَانَ يَقْرَأُ فِي العَصْرِ بِفَاتِحَةِ الكِتَابِ وَسُورَتَيْنِ، وَكَانَ يُطَوِّلُ فِي الأُولَى، وَكَانَ يُطَوِّلُ فِي الرَّكْعَةِ الأُولَى مِنْ صَلاَةِ الصُّبْحِ، وَيُقَصِّرُ فِي الثَّانِيَةِ

“Nabi shallallahu’alaihi wasallam membaca Al-Fatihah di dua rakaat pertama shalat zhuhur dan juga membaca dua surat yang panjang pada rakaat pertama dan pendek pada rakaat kedua dan terkadang hanya satu ayat. Beliau membaca Al-Fatihah di dua rakaat pertama shalat ashar dan juga membaca dua surat dengan surat yang panjang pada rakaat pertama. Beliau juga biasanya memperpanjang bacaan surat di rakaat pertama shalat subuh dan memperpendeknya di rakaat kedua” (HR Al-Bukhari 759 dan Muslim 451).

Dari hadits Mu’adz bin Zabal yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah ra bahwa Rosululloh Saw menyuruh Mu’adz saat memanjangkan bacaan agar membaca dua surat dari jenis surat-surat Awsath Al-mufashhsol (yang sedang panjangnya), diriwayatkan juga oleh Imam Bukhori. Imam Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menerangkan Bahwa yang paling shohih dalam menetapkan surat al-mufashhol ialah dari awal surat Qaf sampai akhir Al-quran. Surat Qof ini merupakan surat ke 50 sampai ke akhir Al-quran adalah surat An-naas ini lah yang termasuk surat-surat Awsth Al-mufashshol (yang sedang panjangnya).

Disunahkan juga agar kita meringankan (memendekkan) bacaan sholat, dari Abu Mas’ud Al-Anshori Al-badri ra, bahwa seorang pria berkata kepada Rosululloh Saw “Wahai Rosululloh Saw, saya benar-benar ketinggalan pada sholat Subuh karena si anu telah memanjangkan (sholat)-nya dengan saya”. Maka saya tidak pernah menyaksikan Beliau begitu marah dalam menasihati selain hari itu “Diantara kamu ada orang yang membuat orang tidak suka”. Di hadits yang lain Rosululloh Saw berkata “siapapun dari Kalian menjadi Imam, hendaklah memendekkannya karena makmumnya ada yang lemah ada yang telah tua dan ada pula yang punya keperluan” HR Muslim dan HR Bukhori. Hadis lain dari Abu Hurairoh yaitu

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ لِلنَّاسِ فَلْيُخَفِّفْ فَإِنَّ مِنْهُمْ الضَّعِيفَ وَالسَّقِيمَ وَالْكَبِيرَ وَإِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ لِنَفْسِهِ فَلْيُطَوِّلْ مَا شَاءَ

Abu Hurairah ra, dia berkata, ”Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Jika salah seorang diantara kalian shalat mengimami orang banyak, maka hendaklah ia memperingan shalatnya, karena diantara mereka ada yang lemah, sakit, tua. Jika salah seorang diantara kalian shalat sendirian, maka hendaklah ia memanjangkannya sekehendak hati.” (HR Bukhori dalam Fathul bari dan HR Muslim)

Dari Anas bin Malik ra, berkata “Muadz bin Jabal pernah pernah mengimami sholat, maka masuklah seorang pria bernama Harom ke shaf sholat, Ia hendak menyiram kebun kurmanya. Karena Muadz sholatnya lama, maka ia memisahkan diri (mufarroqoh) dan segera pergi ke Kebun usai melaksanakan sholatnya. Selesai sholat, muadz diberi tahu bahwa Harom telah melakukan sholat sendirian karena melihat muadz lama sholatnya padahal ia ingin segera menyiran kebunnya. Muadz menanggapi bahwa Harom seorang muanfiq karena ia telah mempercepat sholatnya demi kebunnya. Harom datang ke Rosululloh Bersama muadz bin jabal, Harom menceritakan kejadian itu dan ia dinilai munafiq oleh muadz bin jabal. Maka Nabi SAW menegur Muadz “apakah engkau mau membuat fitnah? Apakah engkau akan membuat fitnah? Jangan memanjangkan bacaan, cukup lah engkau membaca surat subbihis ma robbikal a’la, Wasy syamsi wa Dhuhaha dan sejenisnya” (HR Ahmad dan Al-Bazzar dalam Kasyful Atsar.

Jabir bin Abdillah dan Thoriq bin Usyaim Al-asyja’i ra keduanya menuturkan “tidak ada seorang pun yang mengimami sholat kami yang lebih ringan ketimbang Rosululloh Saw dengan tetap sempurna sholatnya”

Dari sini disunahkan bagi imam agar meringankan bacaan nya ketika sholat berjamaah dengan tetap menyempurnakan sholatnya, baik rukuk, sujud dan syarat dan rukunnya terpenuhi, bacaannya yang sedang panjangnya karena diantara ma’mum tidak semua orang yang kuat, ada yang lemah ada yang kurang begitu sehat dan mungkin ada keperluan lain seperti yang shahabat harom ketika berjamaah dengan muadz bin jabal, islam sangat memahami kondisi umat nya, begitu juga Rosululloh meringankan bacaan sholatnya ketika mendengan anak kecil yang menangis dalam hadits:

إِنِّي أَدْخُلُ فِي صَلاَتِي وَأَنَا أُرِيْدُ أَنْ أُطِيْلَهَا فَأَسْمَعُ بُكَاءَ الصَّبِيِّ فَأَتَجَوَّزُ

“Aku masuk shalat dan ingin memperpanjangnya. Lalu aku mendengar tangis bayi, maka aku persingkat”
Begitu juga mengacu pada hadits dari Abu Qotadah ra bahwa Rosululloh berkata “Sesungguhnya Aku berdiri dalam sholat untuk memanjangkan bacaan, tiba-tiba Aku mendengar tangisan bayi, maka aku memendekkan karena tidak mau membebani perasaan ibunya” (HR Bukhori dan yang lainnya)

Lalu bagaimana dengan hadits yang lainnya yang menceritakan bahwa Rosululloh pernah sholat magrib membaca surat Al-a’rof, maka dalam hal ini mengacu pada ilmu ushul fiqh jika ada perintah Beliau bertentangan dengan perbuatannya maka yang didahulukan adalah perintahnya, ini juga bisa jadi dikarenakan ma’mum yang sholat Bersama rosululloh tidak terdapat orang-orang yang lemah atau sakit, karena pasti Beliau mengetahui kondisi ma’mumnya.

Disunahkan juga diam sejenak atau saktah (beberpa detik sekira mengucapkan subhanalloh) sebagaimana dalam hadits sunan Abu Daud “Bahwasannya Rasulullah saw berhenti sejenak (saktah) ketika shalat dalam dua tempat. Pertama ketika usai baca do’a iftitah dan ketika selesai membaca surat (Al-Qur’an)”.
Dalam kitab syafinatun naja diam sejenak itu ada 6 tempat di dalam shalat yang disunnahkan untuk berhenti sejenak :
1. ketika usai takbiratul ihram dan hendak membaca doa iftitah.
2. di antara bacaan doa Iftitah dan bacaan Ta’awwudz.
3. di antara bacaan Ta’awwudz dan Basmallah.
4. di antara akhir bacaan surat al-Fatihah dan bacaan Aamiin.
5. di antara bacaan Aamiin dan bacaan surat dari Al-Qur'an bila ia membacanya.
6. di antara akhir bacaan surat dari Al-Qur'an dan takbir hendak rukuk.

Beberapa Catatan :
-Seseorang lupa membaca surat setelah membaca surat Alfatihah atau sengaja tidak membaca surat/ayat maka sholatnya sah tidak batal
-disunahkan membaca surat Qulya ayyuhal Kafirun dan Qul hu wallohu Ahad pada sholat magrib (HR Ibnu Majah dengan isnad yang shohih)
-dalam sholat sunnah qobliyah subuh, ba’diyyah magrib, sholat sunnah dua rokaat thowaf dan sholat istikhoroh untuk membaca surat Al-kafirun dan Al-ikhlas berdasarkan beberapa hadits.
-disunahkan membaca ayat/surat baik didalam sholat maupun diluar sholat untuk men-tadabburi ayat/surat yang dibacanya.
-mufarroqoh adalah keluar dari sholat berjamaah dengan niat di dalam hati dan melanjutkan sholatnya secara sendiri

Bila menjadi imam :
1. Disunahkan untuk meringankan bacaannya
2. Disunahkan bacaan pada rokaat pertama lebih panjang dari rokaat kedua
3. Disunahkan berhenti sejenah ketika selesai mambaca Surat Al-fatihah dan Aminn guna memberi kesempatan untuk ma’mum bembaca Surat Al-fatihah pada sholat-sholat yang jahriyyah (Magrib, Isa dan Subuh)

Bila menjadi ma’mum
1. Ketika imam membaca surat Al-fatihah (pada sholat jahriyyah), ma’mun diam mendengarkan
2. Ketika imam selesai membaca surat alfatihah dan mengucapkan amiin lalu diam maka ma’mum membaca surat alfatihah, apabila belum selesai dan ternyata imam sudah membaca surat lainnya, maka ma’mun menyelesaikannya bacaan surat alfatihahnya.
3. Jika ma’mum masbuq dan mendapati imam telah selesai membaca surat alfatihat lalu mengucapkan amiin dan meneruskan membaca surat/ayat al-quran, lalu si masbuq ragu, Apakah imam ini akan membaca surat Masih panjang atau pendek maka bagi si masbuq langsung membaca alfatihah tanpa membaca doa ifititah
4. Jika masbuq mendapati imam yang sedang rukuk, lalu dia takbirotul ihrom dan terus rukuk tanpa membaca surat Al-fatihah atau satu ayat saja misalnya “bismillahirohmanir rohim” lalu ikut ruku, maka sholatnya sah hanya hitungan rokkatnya tidak dihitung, setelah imam salam, masbuq harus naik lagi untuk menyempurnakan rokaatnya.
5. Jika pada kasus no 4 si masboq mendapati imam ruku lalu setelah takbirotul ihrom membaca surat alfatihah atau bismillah lalu ruku, terus bangkit dari rukuk bareng dengan imam, maka rokaat masboq terpenuhi, tidak perlu menyempurnakan setelah imam salam
6. Jika kasus pada no 5 tetapi ketika masboq hendak rukuk si imam sudah/sedang bangun dari rukuk, maka ini juga tidak terhitung rokaat dan harus menyempurnakan setelah salam imam

Bagaimana jika sholat sendiri, maka seperti hadits diatas silahkan memperpanjang membaca ayat/surat sekehendak hati, wallohu a’lam.

GERAKAN RUKUK DALAM SHOLAT




Rukuk dalam Sholat

Secara harfiah rukuk artinya membungkuk, lalu bagaimana rukuk dalam sholat ? Rukuk ini merupakan rukun sholat, meninggalkannya tidak hanya tidak sempurna sholatnya tetapi juga tidah sah sholatnya. Perintah rukuk ini ada dalam QS Al-hajj 22: 77 yang artinya “Hai Orang-orang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhan mu dan berbuat kebaikan, supaya kamu mendapatkan kemenangan”

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Sedangkan pengertian dalam Tafsir Jalalain “(Hai orang-orang yang beriman! Rukuk dan sujudlah kalian) salatlah kalian (dan sembahlah Rabb kalian) tauhidkanlah Dia (dan perbuatlah kebaikan) seperti menghubungkan silaturahim dan melakukan akhlak-akhlak yang mulia (supaya kalian mendapat keberuntungan) kalian beruntung karena dapat hidup abadi di surga”
Dimaksudkan untuk rukuk dan sujud adalah sholat, jadi sangat jelas sekali bahwa rukuk ini merupakan bagian dari sholat sebagai mana juga yang sudah diceritakan dalam hadits tentang orang yag buruk sholatnya, keculai sholat ghoib atau sholat mayit tidak ada rukuk dan sujud.

Jadi rukuk ini adalah membungkuk dengan tmeletakkan bagian dalam telapak tangan anda pada lutut dengan betis tetap tegak, meletakkan telapak tangan ini hukumnya sunnah bukan wajib. Adapun dalil terkait dengan rukuk ini adalah riwayat Salim Al-Barrad Al-kufi, bercerita “kami mendatangi Ibnu Mas’ud ra lalu meminta beliau untuk menjelaskan sholatnya Rosululloh Saw. Maka Ibnu Mas’ud ra berdiri dan bertakbir. Ketika ia rukuk. Ia meletakkan tangannya pada lututnya dengan menjadikan jari-jarinya dibawahnya, kedua sikunya direnggangkan sampai kedua semuanya lurus karenanya…..” (HR Nasa’i merupakan hadits shohih)
Hadits lainnya dari Sa’ad bin Abi Waqqosh ra yang didalmnya terdapat kata-kata “kami diperintahkan menaruh tangan kami pada lutut” (HR Bukhori dan HR Muslim). Hadits dari ‘Uqbah bin ‘Amr Al Anshori ra :

فَلَمَّا رَكَعَ وَضَعَ يَدَيْهِ عَلَى رُكْبَتَيْهِ

“Ketika rukuk, Beliau Saw meletakkan kedua tangannya pada lututnya.” (HR. Abu Daud dan HR Nasa’i, Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan) Hadits lainnya dari Abu Humaid As Sa’idiy berkata mengenai cara shalat Rasulullah Saw, beliau berkata:

فَإِذَا رَكَعَ أَمْكَنَ كَفَّيْهِ مِنْ رُكْبَتَيْهِ وَفَرَّجَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ
“Jika rukuk, Beliau Saw meletakkan dua tangannya di lututnya dan merenggangkan jari-jemarinya.” (HR. Abu Daud Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih). Dalam riwayat lainnya disebutkan :

ثُمَّ رَكَعَ فَوَضَعَ يَدَيْهِ عَلَى رُكْبَتَيْهِ كَأَنَّهُ قَابِضٌ عَلَيْهِمَا
“Kemudian Beliau Saw rukuk dan meletakkan kedua tangannya di lututnya seakan-akan Beliau Saw menggenggam kedua lututnya tersebut.” (HR. Abu Daud, HR Tirmidzi dan HR Ibnu Majah, Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih). Pada saat rukuk kepala kita dijadikan sejajar dengan punggung (kepala melihat ke tempat sujud) dalam bahasa sunda ulah ceuneugeg (ceuneugeg => kepala melihat ke depan) mengacu pada keterangan hadits dari Abu Humaid As Sa’idiy berbicara mengenai cara rukuk Rasulullah SAW :
لاَ يَصُبُّ رَأْسَهُ وَلاَ يُقْنِعُ مُعْتَدِلاً

“tidak membuat kepalanya (Rosululloh Saw) terlalu menunduk dan tidak terlalu mengangkat kepalanya (hingga lebih dari punggung), yang beliau lakukan adalah pertengahan.” (HR. Ibnu Majah dan HR Abu Daud, Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih). Dan dari Wabishoh bin Ma’bad, ia berkata :

رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُصَلِّى فَكَانَ إِذَا رَكَعَ سَوَّى ظَهْرَهُ حَتَّى لَوْ صُبَّ عَلَيْهِ الْمَاءُ لاَسْتَقَرَّ

“Aku pernah melihat Rasulullah Saw shalat. Ketika rukuk, punggungnya rata sampai-sampai jika air dituangkan di atas punggungnya, air itu akan tetap diam.“ (HR. Ibnu Majah, HR Thobroni dalam Al Kabir dan Ash Shoghir dan begitu pula oleh ‘Abdullah bin Ahmad dalam Zawaid Al Musnad). Dalam rukuk wajib tuma’ninah (tenang) berdasarkan Hadits yang pernah disebut diawal tentang orang yang buruk sholatnya dan tuma’ninah ini juga menjadi rukun sholat sehingga tidak sah apabili tidak tuma’ninah.
Tuma’ninah ini minimal diam (tenang) sampai anggota badan ketika rukuk diam/tenang sehingga gerakan membungkuk atau rukuk ini terpisah dari gerakan yang lainnya, kalau kata bahasa sunda cicing sakeudeung saukuran maca subhanalloh kalayan dina posisi rukuk anu geus sampurna. Lalu bagaimana rukuk yang semurna itu, rukuk sempurna ialah seseorang bertakbirotul ihrom sambil mengangkat tangan. Ketika telapak tangannya sejajar dengan bahu (ingat dalam pelajaran takbirotul ihrom) ia membungkuk dan memanjangkan lafadz takbir pindah gerakan, lalu meletakkan dalam telapak tangan pada lututnya dengan jari-jari terbuka dan memanjangkan punggungnya (lurus tidak bengkung) begitu juga lehernya sejajar dengan punggung sedangkannya sikunya renggang dari lambung atau kata Ibnu Mas’ud ra sampai keduanya lurus karenanya. Dalil takbir dan mengangkat tangan adalah seperti Hadits yang sempat kita bahas di pelajaran Takbirotul Ihrom dari Ali Bin Abi Tholib ra berkata : “ketika berdiri untuk sholat wajib Rosululloh Saw bertakbir sambil mengangkat tangan sejajar dengan bahunya. Beliau Saw melakukan hal yang sama apabila selesai dari bacaan dan hendak rukuk. Juga apabila bangun dari rukuk. Rosululloh Saw tidak mengangkat tangannya (seperti takbirotul ihrom) ketika duduk. Apabila bangun dari rokaat kedua (setelah tahiyyat awal) beliau Saw menangkat tangannya sambil bertakbir” (HR Bukhori dan HR Turmudzi) jadi ada 4 waktu atau tempat kita mengangkat tangan untuk takbirotul ihrom.

Lalu bagaimana rukuknya orang yang sholat sambil duduk? Maka ia cukup dengan menundukkan wajahnya sejajar dengan dengan kedua lutut. Bagaimana kalau ada masalah atau udzur seperti sakit pinggang atau lututnya susah lurus maka rukuk lah dengan membungkuk sesuai kemampuan kita.

Ketika kita sedang rukuk maka disunnahkan kita membaca “subhana robbiyal adzim” atau ada keterangan (hadist) dengan redaksi “subhana robbiyal adizimi wabihamdihi”. Membacanya dengan ganjil mengacu pada hadits “sesungguhnya Alloh itu ganjil, senang kepada yang ganjil” (HR Muslim) disunnah kan membacanya 3 kali dalam rukuk. Dalam beberapa kitab fiqh bahkan dibolehkan 5 kali atau 7 kali membaca “subhana robbiyal adzim” ini.
Keterangan atau hadits dari Ibnu Abbas ra bahwa Rosululloh Saw bersabda “Ketahuilah sesugguhnya aku dilarang membaca al-quran saat rukuk dan sujud. Ketika rukuk agungkanlah Rob-mu dan saat sujud, bersungguh-sungguhlah dalam berdoa karena layak bagimu untuk dikabulkan (HR Syafii dalam Al-musnad dan HR Muslim). Dalam hadits lainnya Rosululloh membaca :

سُبْحَانَ رَبِّىَ الْعَظِيمِ

“Subhanaa robbiyal ‘azhim (artinya: Maha Suci Rabbku Yang Maha Agung).” (HR. Muslim). Sedangkan anjuran tiga kali disebutkan dalam hadits Ibnu Mas’ud ra :

إِذَا رَكَعَ أَحَدُكُمْ فَقَالَ فِى رُكُوعِهِ سُبْحَانَ رَبِّىَ الْعَظِيمِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ

“Jika salah seorang di antara kalian ruku’, maka ia mengucapkan ketika ruku’nya “Subhanaa robbiyal ‘azhim, dibaca sebanyak tiga kali.” (HR. Tirmidzi, HR Abu Daud dan HR Ibnu Majah, Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini dho’if) beberapa ulama membolehkan mengamalkan nya karena walaupun dhoiif sanad nya tapi ada tiga Imam Ahli hadits yang meriwayatkannya, begitu pula dari kitab fiqh-fiqh lainnya.

Bacaan lainnya juga ada dalam beberapa riwayat hadist antara lain :
Dari Syayyidah Aisyah ra “dalam rukuk dan sujud” Rosululloh Saw membaca :

سُبُّوحٌ قُدُّوسٌ رَبُّ الْمَلاَئِكَةِ وَالرُّوحِ
“Subbuhun qudduus, robbul malaa-ikati war ruuh (artinya: Maha suci, Maha Quddus (suci), Rabbnya para malaikat dan ruh (jibril)).” (HR. Muslim)
Dari hadits ‘Uqbah bin ‘Amir disebutkan mengenai bacaan Rasululah Saw saat rukuk :

سُبْحَانَ رَبِّىَ الْعَظِيمِ وَبِحَمْدِهِ

“Subhanaa robbiyal ‘azhimi wa bi hamdih (artinya: Maha Suci Rabbku Yang Maha Agung dan pujian untuk-Nya).” Ini dibaca tiga kali. (HR. Abu Daud, Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih). Dari syayyidah Aisyah ra , ia berkata:

كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يُكْثِرُ أَنْ يَقُولَ فِى رُكُوعِهِ وَسُجُودِهِ ( سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى ) يَتَأَوَّلُ الْقُرْآنَ
“Nabi Saw memperbanyak membaca ketika rukuk dan sujud nya Beliau Saw bacaan, “Subhanakallahumma robbanaa wa bihamdika, allahummaghfir-lii (artinya: Maha Suci Engkau Ya Allah, Rabb kami, pujian untuk-Mu, ampunilah aku)”. Beliau menerangkan maksud dari ayat Al Qur’an dengan bacaan tersebut.” (HR. Bukhari dan HR Muslim).
Yang dimaksud dengan ayat Al Qur’an dalam hadits di atas diterangkan dalam hadits ‘Uqbah bin ‘Amir,
لَمَّا نَزَلَتْ (فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيمِ) قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم, ( اجْعَلُوهَا فِى رُكُوعِكُمْ ).
(فَلَمَّا نَزَلَتْ (سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى) قَالَ ( اجْعَلُوهَا فِى سُجُودِكُمْ

“Ketika turun ayat “fasabbih bismirobbikal ‘azhim”, Rasulullah Saw berkata, “Jadikan bacaan tersebut pada rukuk kalian.” Lalu ketika turun ayat “sabbihisma robbikal a’laa”, Rasulullah SAW katakan, “Jadikanlah pada sujud kalian.” (HR. Abu Daud dan HR bnu Majah Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).
Dari riwayat Syayyida Ali bin Abi Tholib ra ada juga yang cukup panjang dari HR Syafii dan HR Muslim dan juga Ibnu HIbban, akan tetapi beberapa contoh diatas Sudah cukup mewakili untuk bisa diamalkan. Wallohu a’lam

PENDIDIKAN "EDUCATION": CARA MUDAH DOWNLOAD YOUTUBE

PENDIDIKAN "EDUCATION": CARA MUDAH DOWNLOAD YOUTUBE

DIKLAT Calon Kepala Sekolah Kab. Bandung Tahap 2 Tahun 2021

Puji syukur kehadirat All o h Subhanahu Wata’ala yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas On The...